Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang masih memberikan kita iman dan Islam serta kesempatan untuk melaksanakan kewajibannya di hari yang mulia ini, di tempat yang mulia, bersama dengan orang-orang yang insyaallah dimulikan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah, raihlah buah Ramadhan yang telah kita lalui selama satu bulan penuh yakni takwa. Taatlah kepada Allah, laksanakan seluruh perintah-Nya dan jauhi semua larangan-Nya. Jadikan hari ini selalu lebih baik dibandingkan hari sebelumnya.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Baru saja kita membersihkan diri dengan puasa Ramadhan, tiba-tiba kita dikagetkan dengan kampanye kaum Sodom. Anda para pemerhati media sosial, khususnya youtube pasti tahu. Pasangan gay alias homo, ditampilkan oleh Deddy Corbuzier dalam podcast-nya dengan judul provokatif dan seolah menantang umat Muslim di Indonesia: Tutorial Menjadi Gay di Indonesia!
Astaghfirullah. Ini sudah keterlaluan. Tidak adakah ide kreatif lain selain mengampanyekan kemaksiatan? Ingat, LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) adalah bentuk kemaksiatan.
Ketahuilah, ditinjau dari sudut manapun, LGBT adalah fitnah atau bencana. Bukan fitrah. Sebab fitrah manusia jelas terdiri dari lelaki dan perempuan, dengan organ reproduksi yang tak bisa dipertukarkan dan diganti.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
LGBT tidak ada kaitannya dengan manusia yang diciptakan dengan kelamin ganda (hermaprodit) atau dalam fikih disebut sebagai khuntsâ (banci), sebagaimana klaim sebagian pendukung LGBT. Mereka ‘membajak’ bahasan khuntsâ para fuqaha untuk melegitimasi kaum LGBT.
Sebab, Khuntsâ yang dibahas dalam fikih bukanlah berperilaku sebagai gay atau lesbian, melainkan orang yang memang secara fisik memiliki dua kelamin. Tentang khuntsâ, Prof Dr Rawwas Qal’ahji menyatakan: Orang yang mempunyai alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan, atau orang yang kencing melalui suatu saluran, sementara dia tidak mempunyai alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan (Rawwas Qal’ahji, Mu’jam Lughât al-Fuqahâ’, halaman 179).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Tujuan penciptaan manusia dengan kelamin pria dan wanita adalah agar manusia berketurunan (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 1). Kaum gay dan lesbian tidak mungkin mendapatkan keturunan. Pasangan seperti ini yang menginginkan anak biasanya mengadopsi anak dari pasangan lain atau melakukan sewa rahim (surrogacy). Ini berarti menambah kerusakan karena mengacaukan nasab anak yang juga diharamkan oleh syariah Islam.
Selain itu, perilaku gay dan lesbian terbukti menyebabkan maraknya sejumlah penyakit kelamin. Badan kesehatan dunia yang menangani epidemik AIDS, UNAIDS, melaporkan bahwa di seluruh dunia perilaku gay berpotensi 25 kali lebih besar tertular HIV. Penelitian yang dilakukan Cancer Research Inggris juga menemukan bahwa homoseksual lebih rentan terkena kanker, terutama kanker anus, karena perilaku seks menyimpang yang mereka lakukan. Penularan berbagai penyakit ini semakin cepat karena kaum gay dan lesbian terbiasa bergonta-ganti pasangan. Sebuah studi menyebut, seorang gay punya pasangan antara 20-106 orang pertahunnya. Adapun pasangan zina (pasangan heteroseksual, tetapi di luar pernikahan) tidak lebih dari delapan orang seumur hidupnya.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Islam mengharamkan perbuatan liwâth atau homoseksual ini dan mengkategorikannya sebagai dosa besar. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan dalam kemarahan Nabi Luth alaihissalam kepada kaumnya—penduduk Sodom—karena kekejian mereka melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis. Bukan karena kemungkaran yang lain sebagaimana tudingan sekelompok tokoh pembela LGBT.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلُوطًا إِذۡ قَالَ لِقَوۡمِهِۦٓ أَتَأۡتُونَ ٱلۡفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنۡ أَحَدٖ مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٨٠
إِنَّكُمۡ لَتَأۡتُونَ ٱلرِّجَالَ شَهۡوَةٗ مِّن دُونِ ٱلنِّسَآءِۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٞ مُّسۡرِفُونَ ٨١
(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji (liwâth) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? Sungguh kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita. Kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS al-A’raf [7]: 80-81).
Akibat perbuatan itulah Allah subhanahu wa ta’ala melaknat dan menghancurkan kaum Luth alaihissalam.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ketahuilah, Islam sama sekali tidak mengakui keberadaan kaum LGBT. Bahkan Islam mencela perilaku LGBT dengan sangat keras.
Sebagai tindak preventif, Islam pun mengancam para pelaku homoseksual dengan sanksi keras berupa hukuman mati bagi kaum gay yang masih bujang ataupun yang sudah menikah. Dikecualikan dalam hal ini adalah para korban kekerasan seksual para gay.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku maupun pasangannya (HR Abu Dawud).
Adapun lesbianisme atau yang disebut dalam fikih as-sahâq atau musâhaqah dikenai sanksi ta’ziir, yakni jenis hukuman yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada qâdhi (hakim). Mereka bisa dicambuk, dipenjara, atau bahkan dihukum mati jika sudah sangat keterlaluan.
Selain itu, Islam mengharamkan kampanye, propaganda atau apa saja yang berisi seruan terhadap perilaku busuk ini.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Perilaku rusak ini terjadi karena kita berada dalam sistem yang rusak. Sistem demokrasi dan liberalisme justru menyuburkan perilaku kaum Sodom ini. Atas nama kebebasan dan HAM warga diberi kebebasan orientasi seksual, termasuk menjadi gay dan lesbian.
Karena itu untuk menghentikan arus LGBT ini tidak cukup hanya dengan seruan ataupun kecaman. Harus ada kekuatan politik dan hukum yang melindungi umat. Dan itu semua hanya bisa terjadi jika negeri ini menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga di hari yang mulia ini kita semua dapat berkumpul di tempat mulia ini, bersama orang-orang yang insyaallah dimuliakan oleh Allah melaksanakan kewajiban kita atas dasar panggilan iman. Shalawat dan salam semoga Allah curahkan kepada junjungan alam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah. Penuhi panggilan Allah. Laksanakan perintah-Nya, jauhi larangan-Nya. Jadikan Islam sebagai jalan hidup. Tinggalkan jalan-jalan setan yang dihamparkan oleh mereka dengan iming-iming yang menggiurkan.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Saat ini kita berada di penghujung bulan Sya’ban 1443 H. Mungkin besok, atau lusa kita sudah memasuki bulan Ramadhan. Bulan yang kita tunggu bersama. Marhaban ya Ramadhan. Selamat datang bulan Ramadhan.
Selayaknya kita semua bersyukur dan bergembira dengan kedatangan Ramadhan. Inilah bulan penuh rahmat, penuh berkah, juga penuh ampunan. Pintu-pintu surga dibuka. Pahala dilipatgandakan. Sungguh rugi, Muslim yang menyia-nyiakan bulan mulia ini.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Alhamdulillah, pandemi Covid-19 mulai mereda. Semoga Allah angkat wabah ini sampai hilang dari muka bumi, sehingga kita dapat beraktivitas normal seperti sedia kala, dan mengisi Ramadhan dengan penuh ketakwaan dan kekhusyu’an.
Namun kita masih menghadapi wabah lainnya. Yang tak kalah bahayanya, bahkan lebih berbahaya. Apa itu? Inilah wabah kesyirikan. Dengan dalih mempertahankan kearifan lokal, kesyirikan dihidupkan kembali, bahkan difasilitasi oleh negara. Tidak sadarkah, bahwa tindakan ini bisa mendatangkan murka Allah subhanahu wa ta’ala?
Saat ini kita umat Islam juga sedang menghadapi wabah moderasi beragama, yang sebenarnya di balik itu adalah moderasi Islam. Inilah bencana nyata bagi Islam. Kita tidak boleh ber-Islam dengan cara Islam, tapi kita diarahkan ber-Islam dengan cara orang kafir agar kita bisa menerima paham-paham kufur dan meninggalkan ajaran Islam. Akibatnya, lahirlah sinkretisme agama dalam balutan istilah Islam Nusantara. Muncullah toleransi agama yang kebablasan seperti ritual doa bersama lintas agama, shalawatan di gereja, nikah beda agama, dan lain-lain.
Potensi wabah lainnya adalah wabah penistaan Islam. Lihatlah! Akhir-akhir ini, penistaan agama makin marak. Yang paling mutakhir, ada pendeta Kristen yang dengan lancang meminta kaum Muslim untuk menghapus 300 ayat al-Quran, menantang pembuktian kehebatan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan lain-lain. Ini melengkapi penistaan agama oleh oknum di kalangan Islam sendiri seperti Deny Siregar, Abu Janda, Ade Armando, dan lain-lain.
Dan yang kita rasakan sekarang, adalah wabah kezaliman. Minyak goreng mahal, harga sembako merangkak naik. Semua karena penguasa tidak amanah. Mereka bersekutu dengan para pengusaha. Rakyat yang menderita. Umat Islam dimusuhi, dicap radikal, dan syariahnya ditelantarkan.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Berbagai wabah itu terjadi karena kita masih jauh dari ketakwaan. Padahal puasa Ramadhan telah puluhan kali kita laksanakan? Ini karena puasa Ramadhan hanyalah salah satu—bukan satu-satunya—pembentuk ketakwaan. Al-Quran memang menyatakan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 183).
Di dalam al-Quran sendiri tak hanya ayat tentang kewajiban puasa yang diakhiri dengan frasa; la’allakum tattaqûn (agar kalian bertakwa). Allah subhanahu wa ta’ala juga antara lain berfirman dalam beberapa ayat berikut:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, beribadahlah kalian kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah [2]: 21).
Juga ada ayat:
وَ أَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus (Islam). Karena itu ikutilah jalan itu dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan lain hingga kalian tercerai-berai dari jalan-Nya. Yang demikian Allah perintahkan agar kalian bertakwa (TQS al-An’am [6]: 153).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa tak cukup dengan puasa orang bisa meraih takwa. Melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, itulah yang bisa mengantarkan diri kita benar-benar meraih takwa yang hakiki. Dengan kata lain, takwa hanya bisa diraih dengan pengamalan dan penerapan al-Quran secara total.
Terkait itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Andai al-Quran ini Kami turunkan di atas gunung, kamu (Muhammad) pasti menyaksikan gunung itu tunduk dan pecah berkeping-keping karena takut kepada Allah. Perumpamaan itu kami buat untuk manusia agar mereka mau berpikir (TQS al-Hasyr [59]: 21).
Menurut Abu Hayan al-Andalusi, ayat ini merupakan celaan kepada manusia yang keras hati dan perasaannya tidak terpengaruh sedikit pun oleh al-Quran. Padahal jika gunung yang tegak dan kokoh saja pasti tunduk dan patuh pada al-Quran, sejatinya manusia lebih layak untuk tunduk dan patuh pada al-Quran (Abu Hayan al-Andalusi, Bahr al-Muhîth, 8/251).
Oleh karena itu, penting mengamalkan dan menerapkan seluruh isi al-Quran. Baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara. Di sinilah pentingnya formalisasi dan pelembagaan al-Quran. Di sini pula pentingnya negara menerapkan al-Quran dalam seluruh aspek kehidupan. Inilah yang dipraktikkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat memimpin Daulah Islam di Madinah, juga oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka sepanjang sejarah Kekhilafahan Islam.
Mari, Ramadhan ini kita jadikan momentum untuk mewujudkan ketakwaan hakiki. Inilah yang pasti akan menjadi solusi atas seluruh problem kehidupan, khususnya bagi negeri ini.
Alhamdulillah, atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tiada tara atas kita makhluk alam semesta. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada junjungan alam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah. Laksanakan perintah-Nya dan tinggalkan larangan-Nya. Waspadalah terhadap tipu daya setan yang terus berusaha menggelincirkan manusia dari ketaatan menuju kemaksiatan.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Kekuasaan memang nikmat dunia yang dicintai oleh banyak manusia. Dengan kekuasaan, seseorang bisa melakukan apa saja untuk kepentingan dirinya maupun kelompoknya, semisal memperkaya diri, menyingkirkan musuh-musuhnya dan memuaskan hawa nafsunya. Terlebih dalam sistem politik demokrasi, sistem yang tidak berpatokan pada ketakwaan, semua bisa dilakukan, menghalalkan segala cara. Tak ada kamus dosa di dalamnya.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Empat belas abad yang lalu, Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kaum Muslim akan bahaya hubb ar-ri’âsah (cinta kekuasaan). Apalagi jika kekuasaan itu ternyata dicapai dengan jalan manipulasi dan untuk kepentingan segelintir orang saja.
Apa bahayanya?
Pertama, mendatangkan kerusakan pada agama para pelakunya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ المَرْءِ عَلَى المَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
Dua ekor serigala yang dilepas kepada seekor domba tidak lebih parah kerusakannya bagi domba itu dibandingkan dengan ketamakan seseorang terhadap harta dan kedudukan dalam merusak agamanya (HR at-Tirmidzi).
Menurut Ibnu Rajab hadits itu mengisyaratkan bahwa tidak akan selamat agama seseorang jika dia tamak terhadap harta dan kedudukan dunia, kecuali sangat sedikit. Sebagaimana pula halnya seekor domba tidak akan selamat dari keberingasan dua ekor serigala yang sedang lapar, kecuali sangat sedikit sekali.
Kedua, para pemburu kekuasaan itu tidak sadar bahwa jabatan dan kekuasaan adalah amanah yang menyusahkan di dunia dan bisa mendatangkan siksa bagi para pemikulnya pada Hari Akhir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَوَّلُ الإِمَارَةِ مَلامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وَثَالِثُهَا عَذَابٌ مِنَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِلا مَنْ رَحِمَ وَعَدَلَ
Kepemimpinan itu awalnya cacian, kedua penyesalan dan ketiga azab dari Allah pada Hari Kiamat nanti; kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil (HR ath-Thabarani).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, hanya para pemimpin yang punya sifat kasih sayang kepada rakyat dan adil yang akan selamat di Pengadilan Allah. Dengan kasih sayangnya seorang pemimpin akan memudahkan urusan rakyat, menggembirakan mereka dan tidak menakut-nakuti mereka dengan kekuatan aparat dan hukum.
Ketiga, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam dan mendoakan para pemangku jabatan dan kekuasaan yang menipu dan menyusahkan rakyat. Beliau bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
Tidaklah seorang hamba—yang Allah beri wewenang untuk mengatur rakyat—mati pada hari dia mati, sementara dia dalam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga bagi dirinya surga (HR al-Bukhari).
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan para pemimpin yang tidak amanah, yang menyusahkan umat, dengan doa yang buruk untuk mereka:
اللَّهُمَّ، مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ، فَاشْقُقْ عَلَيْهِ، وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ
Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku, lantas dia membuat mereka susah, maka susahkanlah dia. Siapa saja yang mengurusi urusan umatku, lantas dia mengasihi mereka, maka kasihilah dia (HR Muslim).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Dalam Islam, kekuasaan itu dibutuhkan demi kemaslahatan agama dan umat. Bukan yang lainnya. Ini sebagaimana permintaan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Allah subhanahu wa ta’ala:
وَاجْعَل لِّي مِن لَّدُنكَ سُلْطَانًا نَّصِيرًا
Berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (TQS al-Isra’ [17]: 80).
Qatadah, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir, menyatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. amat menyadari bahwa beliau tidak memiliki daya untuk menegakkan agama ini kecuali dengan kekuasaan. Karena itulah beliau meminta kekuasaan agar bisa menolong Kitabullah, menegakkan hudûd Allah, menjalankan berbagai kefardhuan Allah dan menegakkan agama Allah.” (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm, hlm. 1134).
Pentingnya kekuasaan juga ditegaskan oleh para ulama. Imam al-Ghazali menyatakan, “Agama adalah pondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur. Apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap.” (Al-Ghazali, Al-Iqtishâd fî al-I’tiqâd, hlm. 199).
Ketahuilah, kekuasaan dalam Islam terwujud hanya dalam bentuk pemerintahan yang menerapkan syariah Islam secara kaffah yakni khilafah, bukan dalam wujud negara demokrasi atau kerajaan. Itulah yang dicontohkan para khulafaur rasyidin.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Kekuasaan yang disyariatkan Islam bertujuan:
Pertama, mengatur urusan dunia kaum Muslim dan seluruh warga negara dengan syariah Islam; seperti menjamin kebutuhan hidup mereka, menyelenggarakan pendidikan yang terbaik dan terjangkau, menyediakan fasilitas kesehatan yang layak dan cuma-cuma untuk semua warga tanpa memandang kelas ekonomi.
Kedua, kekuasaan juga dibutuhkan untuk menjaga dan melaksanakan urusan agama seperti melaksanakan hudûd untuk melindungi kehormatan, harta dan jiwa masyarakat.
Dengan kekuasaan pula, Islam akan disebarkan ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad. Dengan itu tidak ada satu pun negeri yang tidak mengenal Islam, dan tidak diterapkan syariah Islam. Oleh sebab itu, wahai kaum Muslim, apalah artinya kekuasaan jika tidak ditujukan untuk menegakkan hukum-hukum Allah subhanahu wa ta’ala? Mari terus berjuang demi tegaknya syariah Allah di muka bumi. []
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala, Dzat yang menghidupkan dan mematikan. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang masih memberikan kesempatan kepada kita untuk bermunajat kepada-Nya di hari mulia ini. Semoga amal kita diterima di sisi-Nya dan dosa kita diampuni-Nya.
Shalawat dan salam semoga Allah senantiasa curahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, keluarganya, sahabatnya, dan umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah. Laksanakan perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya. Sungguh takwa akan mengangkat derajat kita di sisi Allah subhanahu wa taala.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Kita sekarang berada di bulan Rajab. Inilah bulan mulia, bulan suci, satu di antara empat bulan haram dalam kalender Islam. Di dalamnya ada peristiwa besar Isra Miraj yang senantiasa diingat oleh kita umat Islam. Ada perintah langsung dari Allah subhanahu wa taala kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam agar kita melaksanakan shalat lima waktu. Sudahkah kita secara pribadi menegakkan shalat? Sudahkah negara ikut menegakkan fardlu ain itu dengan memberikan sanksi bagi yang melanggarnya? Atau negara membiarkan kaum Muslim, terserah masing-masing dalam melaksanakan kewajiban itu?
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Selain Isra Miraj, ada peristiwa besar yang juga terjadi di bulan Rajab. 101 tahun yang lalu, tepatnya 28 Rajab 1342 (3 Maret 1924), umat Islam seluruh dunia kehilangan pemimpin, setelah umat berada dalam satu kesatuan sejak masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Khilafah Utsmaniyah dihancurkan dan dihapuskan oleh Mustafa Kemal at-Taturk, perwira militer keturunan Yahudi Dunamah yang menjadi kaki tangan Inggris untuk menggerogoti kekuatan kaum Muslim dan Khilafah dari dalam.
Usai membubarkan Khilafah, Mustafa mengusir khalifah terakhir, Sultan Abdul Majid II, mulai memberlakukan sekularisme di seantero Turki. Dia dengan kejam menghapus ajaran Islam juga bahasa Arab; mengganti azan dengan bahasa Turki, melarang tilawah al-Qur’an dikumandangkan di Radio-radio, menyerukan para Muslimah membuka jilbab. Dia pun membiasakan minuman keras serta dansa-dansa lelaki dan perempuan. Yahudi Dunamah terkutuk ini juga memberlakukan hukuman berat untuk siapa saja yang berusaha menghidupkan ajaran Islam.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Memang, keruntuhan Khilafah Islamiyah tidak sepenuhnya kesalahan musuh. Tapi juga kesalahan umat Islam sendiri yang mengalami kemerosotan berpikir sejak pertengahan Abad 12 Hijriah (18 Masehi). Bahasa Arab diabaikan sehingga ijtihad tak berjalan. Islam dipelajari bukan sebagai solusi kehidupan, tapi sekadar kepuasan intelektual. Hukum Islam yang agung disingkirkan dan diganti hukum ala Eropa. Pemimpin yang muncul pun kental dengan nuansa kekerabatan, bukan yang terbaik di tengah umat.
Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh Barat penjajah untuk menghancurkan Islam. Perang pemikiran (ghazwul fikri) dilancarkan Barat. Kaum imperialis Barat paham bahwa kekuatan kaum Muslim adalah ajaran Islam itu sendiri. Racun pemikiran Barat pun disebarkan. Di antaranya adalah paham nasionalisme dan kebangsaan. Bangsa Arab diprovokasi untuk memisahkan diri dari Khilafah Utsmaniyah di Turki yang disebut sebagai penjajah. Bersama dengan itu, Inggris sebagai negara adidaya saat itu, membantu tokoh-tokoh Arab untuk memberontak.
Setelah Khilafah runtuh, Barat terus menjaga agar kaum Muslim tetap terpecah dalam bentuk negara-negara kebangsaan. Tidak bersatu. Diadu domba. Dan disebarkan Islamfobia di tengah umat, agar umat ini tak lagi menjadikan Islam sebagai pedoman kehidupan.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
101 tahun umat Islam tanpa khilafah. Laksana ayam kehilangan induk. Penderitaan demi penderitaan terus terjadi. Palestina dijajah Israel. Irak dihancurkan Amerika. Muslim Rohingya diusir dari kampung mereka. Demikian pula nestapa dialami saudara-saudara kita di Suriah, Yaman, Sudan, Uyghur, India dan berbagai kawasan lainnya. Semua berjuang sendiri-sendiri tanpa ada pelindung dan penjaga.
Padahal jumlah kaum Muslim hari ini amat banyak; Sekitar 1,93 miliar di seluruh dunia. Tapi itu tak ada apa-apanya karena kita terbelenggu paham nasionalisme. Kondisi ini persis seperti yang telah diingatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ
“Hampir saja bangsa-bangsa (kafir) mengerubuti kalian (umat Islam) sebagaimana mereka mengerubuti makanan yang berada di dalam piring.” Seorang laki-laki berkata, “Apakah kami waktu itu sedikit? Beliau menjawab, Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak. Namun, kalian seperti buih di lautan. (HR Abu Dawud).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Karena kita meninggalkan warisan Rasulullah yakni Islam, kehancuran yang kita dapatkan. Kehidupan menjadi sempit. Kita jadi ingat firman Allah subhanahu wa taala:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (TQS Thaha [20]: 124).
Apa yang dimaksud dengan peringatan Allah? Tidak lain adalah Al-Quran dan Sunnah. Mungkin kita masih beribadah dengan Islam, tapi kita tak mau melaksanakan petunjuk Allah di luar urusan itu. Negara diatur dengan sistem demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis, yang nyata-nyata prinsip di dalamnya bertentangan dengan Islam. Bagaimana tidak hancur?
Oleh karena itu, di momentum Rajab ini, saatnya kita meneladani semangat juang Shalahuddin al Ayyubi membebaskan Palestina dari tangan Romawi. Saatnya kita berjuang mengembalikan kejayaan Islam, mewujudkan kepemimpinan umum bagi kaum Muslim seluruh dunia, yang itu merupakan ijmak sahabat yang mulia.
Saatnya kita sudahi penderitaan umat sekarang juga. Kembalilah pada sistem Islam, Khilafah Islamiyah, yang akan menerapkan syariah Islam secara kâffah sekaligus melindungi dan membela umat di seluruh dunia.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas nikmat dan karunia-Nya hingga kita dalam keadaan iman dan Islam serta masih bisa menunaikan kewajiban kita di hari mulia ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Pertama dan paling utama, bertakwalah kepada Allah. Taati perintah-Nya, jauhi larangan-Nya, dalam kondisi apapun dan di mana pun. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menggolongkan kita sebagai hamba-hamba yang bertakwa, muttaqin.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Tak terasa kita sudah berada di bulan Rajab 1443 H. Ini adalah salah satu bulan haram, bulan yang dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
Sungguh bilangan bulan menurut Allah ada dua belas bulan, dalam catatan Allah, saat Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya terdapat empat bulan haram [suci]. Itulah agama yang lurus. Karena itu janganlah kalian menzalimi diri kalian sendiri pada bulan-bulan itu (TQS at-Taubah [9]: 36).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bulan-bulan haram:
إنَّ الزَّماَنَ قَدْ اِسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اِثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُوْ الْقَعْدَةِ، وَذُوْ الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ شَهْرُ مُضَرّ الَّذِيْ بَيْنَ جُمَادِى وَشَعْبَانَ
Sungguh waktu itu telah diputar sebagaimana keadaannya saat Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Lalu Rajab bulan Mudharr yang terdapat di antara Jumadi dan Sya’ban (HR Muslim).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Di QS at-Taubah ayat 36 tadi, Allah subhanahu wa ta’ala melarang kita menzalimi diri sendiri pada bulan-bulan tersebut, termasuk pada bulan Rajab ini, apalagi menzalimi pihak lain. Imam al-Baihaqi menyatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan-bulan haram tersebut—termasuk pada bulan Rajab ini—lebih besar. Begitu juga amal shalih dan pahalanya (yang dilakukan pada bulan-bulan haram tersebut) juga sangat besar (Al-Baihaqi, Syu’ab al-Îmân, III/370).
Bahkan Imam Syafii—rahimahulLâh—telah melipatgandakan diyat (uang tebusan) atas pembunuhan karena keliru (qatlu al-khatha’) yang dilakukan pada bulan-bulan haram karena bersandar pada riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhu. dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhu. Inilah di antara kemuliaan bulan haram, termasuk bulan Rajab sekarang ini.
Dengan demikian di antara kemuliaan bulan-bulan haram (suci), termasuk bulan Rajab, adalah dosa atau pahala manusia dilipatgandakan.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ada beberapa peristiwa besar di bulan Rajab ini. Di antaranya adalah hijrah kaum Muslim pertama ke Habasyah pada tahun ke-5 kenabian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Isra’ dan Mi’raj di tahun ke-10 kenabian, di mana saat itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima perintah shalat sekaligus dikukuhkan sebagai pemimpin bagi seluruh umat manusia.
Atas kehendak Allah subhanahu wa ta’ala, bulan Rajab pun menjadi momen pertemuan pertama kali Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kaum Anshar. Melalui tangan merekalah Negara Islam pertama tegak di Madinah. Sejak itu seluruh hukum syariah pun bisa diterapkan secara total.
Bulan Rajab juga telah dijadikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagai momen istimewa peralihan kiblat kaum Muslim, dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram.
Selain itu berbagai ekpedisi dan penaklukan wilayah terjadi di bulan ini sejak masa Nabi hingga para khalifah. Satu di antaranya, penaklukan kembali Baitul Maqdis oleh Panglima Shalahuddin al-Ayyubi pada 28 Rajab 583 H/2 Oktober 1187 M, setelah 88 tahun diduduki tentara Salib.
Namun, di bulan ini pula terjadi petaka bagi kaum Muslim di seluruh penjuru dunia. Pada 28 Rajab 1342 H, tepatnya pada 3 Maret 1924 M, Kekhilafahan Islam Turki Utsmani dibubarkan oleh Mustafa Kemal Ataturk. Turki berubah menjadi negara sekuler. Umat Islam yang sebelumnya bersatu dalam satu sistem pemerintahan Khilafah pada akhirnya tercerai-berai menjadi negeri-negeri kecil tak berdaya. Kalau dihitung berdasarkan kalender Qamariyah, sudah 101 tahun umat ini hidup tidak punya pemimpin. Ibarat ayam kehilangan induk.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Dulu kaum Muslim mempersembahkan amal-amal mulia dan spektakuler serta prestasi monumental yang dicatat dengan tinta emas sejarah untuk kemuliaan Islam dan kaum Muslim. Maka, saatnya kita sekarang berbuat serupa.
Apa yang bisa kita lakukan?
Pertama: Dengan berhenti dari apa saja yang menyalahi hukum Allah subhanahu wa ta’ala, yang bisa mendatangkan murka-Nya. Misalnya, menghentikan muamalah-muamalah yang haram seperti riba; menjauhi hasad dan dengki; meninggalkan caci-maki; menjauhi segala tindakan yang melanggar hak orang lain. Termasuk dalam hal ini meninggalkan segala bentuk kezaliman dan tidak mendukung orang-orang zalim, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلاَ تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
Janganlah kalian cenderung kepada orang-orang zalim yang menyebabkan kalian disentuh api neraka… (TQS Hud [11]: 113).
Kedua: melaksanakan amal-amal shalih, giat melaksanakan kewajiban-kewajiban dari Allah subhanahu wa ta’ala dan memperbanyak amalan-amalan sunnah. Karena itu pada bulan Rajab ini, misalnya, kita harus makin disiplin dalam menunaikan shalat lima waktu; memperbanyak shalat sunnah, puasa sunnah dan sedekah; menasihati orang lain; membantu orang lain; melakukan amar makruf nahi mungkar; dan amal-amal shalih lainnya.
Yang juga termasuk amal shalih adalah menunaikan fardhu kifayah. Salah satunya adalah menegakkan khilafah, sistem pemerintahan yang menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Mari, bulan Rajab ini kita jadikan momentum untuk mengokohkan tekad, menggelorakan semangat dan berpartisipasi semaksimal mungkin untuk mewujudkan penerapan syariah Islam secara kâffah. Itulah wujud hakiki ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Alhamdulillah, kita masih bisa melaksanakan kewajiban kita sebagai seorang Muslim di tempat yang mulia ini, masjid Allah. Di hari yang mulia, hari Jumat. Bersama orang-orang yang mulia, orang-orang yang bertakwa. Shalawat serta salam semoga senantiasa dicurahkan kepada junjungan alam habibana wa maulana Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Yang pertama dan paling utama, marilah kita terus meningkatkan takwa kita kepada Allah. Takwa yang diwujudkan dengan ketaatan kepada Allah. Menjalankan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan seluruh larangan-Nya.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Tidak ada orang yang maksum di muka bumi ini kecuali para Nabi dan Rasul. Meski ulama sekali pun, dia bisa berbuat salah. Apalagi hanya seorang pejabat, atau keluarganya. Kesalahan, bahkan pelanggaran hukum bisa dilakukan.
Itulah mengapa, Islam memandang manusia itu sama kedudukannya dalam hal hukum. Tidak ada perbedaan. Kalau dia anak/keluarga pejabat, misalnya, bila salah harus dihukum. Tidak boleh misalnya, mentang-mentang anak presiden atau pejabat tinggi tak boleh dilaporkan ke penegak hukum jika diduga melanggar hukum.
Islam mensyariatkan agar penegakan hukum harus dilakukan secara adil. Penegakan hukum tidak boleh dipengaruhi oleh rasa suka dan tidak suka, kawan atau lawan, dekat atau jauh.
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
Janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat pada ketakwaan (TQS al-Maidah [5]: 8).
Begitu pula, penegakan hukum tidak boleh dipengaruhi oleh rasa kasihan, yakni rasa kasihan yang menyebabkan tidak menjalankan hukum terhadap pelaku kriminal. Allah subhanahu wa taala berfirman:
وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ
Janganlah rasa kasihan kepada keduanya (pelaku zina) mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allah (TQS an-Nur [24]: 2).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Islam mensyariatkan bahwa hukum itu harus berlaku untuk semua dan diberlakukan untuk semua. Tidak boleh ada privilege/keistimewaan dalam penerapan hukum sehingga seolah ada orang atau kelompok orang yang tak tersentuh hukum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَقِيمُوا حُدُودَ اللَّهِ فِى الْقَرِيبِ وَالْبَعِيدِ وَلاَ تَأْخُذْكُمْ فِى اللَّهِ لَوْمَةُ لاَئِمٍ
Tegakkanlah hukum Allah atas orang dekat ataupun yang jauh. Janganlah celaan orang yang suka mencela menghalangi kalian untuk menegakkan hukum Allah (HR Ibnu Majah, al-Hakim dan al-Baihaqi).
Hadis ini jelas memerintahkan kita untuk menegakkan hukum tanpa diskriminasi (tebang-pilih). Tak boleh yang kuat dilindungi, yang lemah ditindas.
Rasul shallallahu alaihi wa sallam memperingatkan bahwa penegakan hukum secara diskriminatif justru akan menyebabkan kehancuran masyarakat. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan, bahwa pernah ada seorang perempun terhormat dari Quraisy Bani Makhzum mencuri. Lalu mereka berkata, Siapa yang bisa bicara kepada Rasulullah tentang dia? Tidak ada yang bisa kecuali Usamah bin Zaid. Lalu Usamah berbicara kepada Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Beliau bersabda Usamah, apakah engkau hendak memintakan keringanan dalam penegakan hukum Allah? Rasul shallallahu alaihi wa sallam pun berdiri dan berpidato:
إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللَّهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ ابْنَةَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka itu, jika orang mulia di antara mereka mencuri, mereka biarkan; dan jika orang lemah mencuri, mereka tegakkan hukum atasnya. Demi Allah, andai Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya. (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Hadis ini menegaskan asas persamaan di muka hukum. Semua orang punya kedudukan yang sama di muka hukum. Tidak seorang pun berada di atas hukum. Tidak seorang pun yang punya hak istimewa dan kebal dari hukum.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Apa yang kita saksikan dalam kehidupan kita sekarang, justru berbanding terbalik dengan ayat Al-Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ini karena dua sebab: pertama, sistem hukum/pemerintahan justru mendorong terjadinya KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme); kedua, pejabat dan aparatur pelaksana serta penegak hukum yang jujur, bersih, tegas dan konsisten, sangat minim.
Padahal, sistem hukum/pemerintahan yang baik dan pejabat/aparat yang amanah, yang hanya takut kepada Allah, menjadi kunci pelaksanaan hukum yang adil.
Sistem hukum/pemerintahan yang anti KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) tidak lain adalah sistem hukum/pemerintahan Islam. Dalam sistem hukum/pemerintahan Islam tidak akan ada politik biaya tinggi. Celah bagi KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) dalam pemilihan penguasa dan pejabat dan setelahnya akan tertutup sama sekali.
Dalam sistem Islam, aspek ketakwaan menjadi standar utama dalam pemilihan pejabat. Ketakwaan ini akan mencegah pejabat/aparat negara melakukan kejahatan korupsi atau lainnya. Ini yang tidak ada saat ini.
Karena itu, saatnya kita berusaha kembali kepada sistem Islam. Inilah sistem warisan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Tinggalkanlah sistem buatan para filsuf Yunani, yang jelas-jelas bukan Islam dan jauh dari keberkahan.
Yakinlah, Islam dan syariahnya, yang diterapkan oleh penguasa dan aparatur yang bertakwa, akan menghasilkan keadilan dan mampu mencegah berbagai pelanggaran. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala segera menurunkan pertolongan-Nya agar kita bisa kembali menyaksikan tegaknya Islam di muka bumi.
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat ilahi rabbi, atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga di hari yang mulia ini, kita bisa berkumpul di tempat yang mulia ini, melaksanakan kewajiban kita shalat Jumat berjamaah. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada junjungan alam Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Marilah kita terus berusaha meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ingatlah dengan ketaatan itu, Allah akan angkat derajat kita di sisi-Nya.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Liberalisasi telah merambah ke negeri ini. Menyelusup ke berbagai sudut kehidupan. Tanpa terasa generasi muda kita mulai terbius oleh budaya bebas ini. Sedikit demi sedikit mereka meninggalkan agama. Mereka umbar hawa nafsunya dengan dalih kebebasan.
Seks bebas bukan lagi rahasia. Di mana-mana terjadi. Beritanya beredar setiap hari. Bahkan di perguruan tinggi yang katanya tempat orang-orang berintelejensia, tak luput dari budaya ini. Konon, banyak laporan adanya pelecehan seksual yang dilakukan dosen, pegawai bahkan pejabat kampus terhadap mahasiswi. Sampai-sampai keluar Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) untuk mengatasi masalah itu.
Namun, bukannya mengatasi, peraturan itu justru dinilai banyak kalangan, terutama para tokoh dan ormas-ormas Islam, melegalkan seks bebas. Karena di dalam aturan itu ada frasa pengecualian: ‘tanpa persetujuan korban’. Kalau korban setuju, berarti ya boleh-boleh saja. Bukankah ini legalisasi seks bebas?
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Peraturan menteri itu tampak jelas pertentangannya dengan ajaran Islam dan membahayakan umat. Peraturan tersebut membuka peluang kehidupan seks bebas di lingkungan kampus.
Alih-alih menerima kritik, para pendukung Permendikbud itu justru memfitnah kalangan yang menolak peraturan itu dengan tudingan tidak berniat mencegah kekerasan seksual. Astaghfirullah…
Ketahuilah, justru Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan yang sedari awal mengharamkan bentuk kekerasan dan penindasan pada umat manusia, termasuk melakukan tindak kejahatan seksual. Ingat itu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Janganlah kalian memaksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran, sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kalian hendak mencari keuntungan duniawi (TQS an-Nur [24]: 33).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa pada masa jahiliyah, jika seseorang dari mereka mempunyai budak perempuan, dia melepaskan budak itu untuk berbuat zina (melacurkan diri) dan menetapkan atas dirinya pajak yang dia pungut di setiap waktu. Setelah Islam datang, Allah melarang orang-orang Mukmin melakukan hal tersebut. Di antara yang melakukan perbuatan keji tersebut adalah Abdullah bin Ubay bin Salul yang memaksa budak-budak perempuannya melacur.
Bagi kita umat Islam, penentu suatu tindakan kejahatan seksual itu adalah hukum syariah. Bukan persetujuan manusia, walaupun itu HAM (Hak Asasi Manusia). Menjadikan consent/persetujuan sebagai penentu kebolehan suatu hubungan seks di luar nikah adalah khas pemikiran kaum liberal yang sesat.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ketahuilah, Islam yang tidak memberikan toleransi sedikit pun terhadap kejahatan seksual secara mutlak. Zina haram! Meskipun pasangan itu suka sama suka. Sanksi hukumnya pun jelas. Jika pria pelakunya belum menikah (ghayr muhshan) maka dia akan dicambuk seratus kali, sedangkan jika pelakunya telah menikah (muhshan) maka akan dijatuhi hukuman rajam hingga mati. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ
Pezina wanita dan pezina laki-laki yang berzina, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali cambukan (TQS an-Nur [24]: 2).
Adapun korban perkosaan terbebas dari hukuman sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي: الخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Sungguh Allah memaafkan umatku karena tidak sengaja berbuat salah, lupa dan dipaksa (HR Ibnu Majah dan al-Baihaqi).
Tindak kejahatan seksual lain semisal meraba, ujaran kata-kata kotor, merayu, dan sebagainya juga tidak lepas dari sanksi berupa ta’zir, yang akan diputuskan oleh qadhi (hakim) di pengadilan.
Adapun LGBT, juga praktik homoseksual dan lesbianisme, adalah kejahatan yang pelakunya diancam dengan sanksi berat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
Siapa saja yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan homo seperti kelakuan kaum Luth maka bunuhlah pelaku dan objeknya (HR Ahmad).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Islam menutup celah-celah terjadinya kejahatan seksual di tengah masyarakat. Kaum pria dan wanita diperintahkan menutup aurat, menjaga pandangan, serta adanya larangan berkhalwat dengan alasan apapun. Karena itu tidak dibenarkan pria dan wanita berduaan di ruang tertutup dan sepi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَخْلُوْنَ بِاِمْرَأَةٍ لَيْسَتْ مَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
Siapa saja yang mengimani Allah dan Hari Akhir hendaknya tidak berkhalwat dengan perempuan bukan mahram karena pihak ketiganya adalah setan (HR al-Bukhari).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Negeri ini rusak karena mencampakkan syariah Islam. Biangnya adalah sekularisme dan liberalisme. Jalan hidup orang kafir itu telah nyata di depan mata kita menghancurkan umat ini, bahkan semuanya.
Karena itu, tak ada cara lain kecuali menyingkirkan sistem sekular-liberal tersebut, sekarang juga. Sebagai penggantinya, terapkan syariah Islam secara kaffah. Dengan itu niscaya umat manusia akan terlindungi dan terjaga.
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga kita bisa memenuhi perintah-Nya di hari yang mulia, di tempat yang mulia, bersama dengan orang-orang yang insyaallah dimuliakan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mari kita terus berusaha meningkatkan takwa kita kepada Allah, dengan melaksanakan seluruh syariah Islam, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dalam urusan pribadi, masyarakat, dan negara.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Alhamdulillah, kita saat ini diberikan nikmat sehat oleh Allah subhanahu wa ta’ala sehingga kita bisa berkumpul seperti sekarang. Sungguh nikmat sehat adalah nikmat yang besar. Tapi jarang manusia menyadarinya, kecuali bila dia sakit.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
Siapa saja di antara kalian yang masuk waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman dalam rumahnya dan punya makanan pokok pada hari itu maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuk dirinya (HR Ibnu Majah).
Karena itu, Islam memerintahkan kaum Muslim agar menjaga kesehatan. Jangan sampai mengabaikan kesehatan walaupun dengan alasan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menegur Sahabat Abdullah bin Amru bin al-Ash radhiyallahu anhu yang beribadah terus-menerus:
فَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ هَجَمَتْ عَيْنُكَ وَنَفِهَتْ نَفْسُكَ وَإِنَّ لِنَفْسِكَ حَقًّا وَلِأَهْلِكَ حَقًّا فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ
Sungguh jika kamu melakukan hal itu terus-menerus maka nanti matamu letih dan jiwamu lemah. Sungguh untuk dirimu ada haknya. Keluargamu juga punya hak. Karena itu berpuasalah dan berbukalah; bangunlah (untuk shalat malam) dan tidurlah (HR al-Bukhari).
Kita juga diperintahkan untuk menghindari wabah penyakit. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ فِرَارَكَ مِنَ الأَسَدِ
Larilah dari wabah penyakit kusta seperti engkau lari dari singa (HR Muslim).
Dan jika sakit, kita diperintahkan untuk berobat. Begini kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
Sungguh Allah telah menurunkan penyakit dan obat. Dia telah menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Karena itu berobatlah dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram! (HR Abu Dawud).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Dalam pandangan Islam, kesehatan bukan semata-mata urusan pribadi. Negara berkewajiban menjaga kesehatan dan memberikan layanan pengobatan secara cuma-cuma alias gratis. Terlebih lagi pada masa wabah. Sangat tidak mungkin dalam kondisi seperti ini urusannya dibebankan kepada rakyat secara mandiri.
Tapi lihatlah dengan jujur, dalam sistem kapitalisme yang berlaku di negeri ini, kesehatan dan nyawa manusia justru menjadi komoditas bisnis. Dalam kasus pandemi Covid-19, misalnya, negara terbukti membiarkan para pengusaha berlomba-lomba mengambil keuntungan besar dari bisnis di bidang kesehatan. Dan yang lebih menyesakkan dada, bisnis layanan kesehatan berupa Tes PCR sebagian dipegang oleh perusahaan milik para pejabat negara. Rakyat harus membayar mahal, sementara perusahaan itu meraup keuntungan berlipat ganda. Tak ada sanksi apapun bagi pejabat negara tersebut.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Mari kita lihat bagaimana sistem Islam mengatur masalah kesehatan ini. Tak boleh penguasa abai sedikit pun. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Pemimpin Negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).
Itulah mengapa, layanan kesehatan menurut Islam, harus disediakan oleh negara secara gratis. Ini berdasarkan kebijakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam posisi beliau sebagai kepala negarayang pernah mengirim dokter gratis untuk mengobati salah satu warganya, yakni Ubay bin Kaab, yang sakit. Diriwayatkan, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat umum (HR Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan, serombongan orang dari Kabilah Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim).
Kebijakan ini pun dilanjutkan oleh para khalifah sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khulafaur Rasyidin, perhatian Negara Islam pada layanan kesehatan, pengobatan, juga riset kesehatan dan obat-obatan semakin pesat. Rumah sakit yang berkualitas dibangun di mana-mana. Gratis bagi rakyat semuanya.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Jaminan kesehatan dalam Islam memiliki empat sifat.
Pertama: Universal. Artinya, tidak ada tingkatan kelas pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat.
Kedua: Bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Ketiga: Seluruh rakyat bisa mengakses layanan kesehatan dengan mudah.
Keempat: Pelayanan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh plafon seperti halnya JKN atau BPJS. Negara menanggung semua biaya pengobatan warganya.
Lalu dari mana dananya? Sistem Islam mempunyai sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum seperti hasil hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber lain seperti kharaj, jizyah, ghanîmah, fai, usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya.
Di sisi lain, syariah Islam tegas melarang para pejabat negara dan kerabatnya berbisnis ketika mereka menjadi penguasa. Ini seperti dicontohkan Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu pernah merampas kambing-kambing harta perniagaan milik putranya, Abdullah, karena digembalakan di padang rumput milik Baitul Mal.
Inilah tuntunan sekaligus tuntutan syariah Islam. Tentu semua itu hanya terjadi dalam sistem Islam. Tidakkah kita merindukannya?
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah mempertemukan kita di tempat yang mulia ini, di hari mulia, bersama dengan orang-orang yang insyaallah dimuliakan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bertakwalah kepada Allah. Penuhi dan patuhi perintah dan larangan-Nya. Hanya dengan takwa kita akan selamat dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Hari-hari ini kita saksikan betapa banyak Muslim yang murtad. Tanpa malu-malu, mengumumkan kemurtadannya secara terbuka. Ada pula artis yang mengaku masih Muslim tapi menistakan bacaan shalat. Dan juga ada tokoh liberal yang terus terang menyatakan diri menolak syariah Islam.
Pertanyaannya: Mengapa saat ini orang begitu mudah murtad dari Islam? Mengapa pula sering terjadi kasus penistaan terhadap Islam seperti melecehkan Al-Quran, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, syariah Islam, jilbab, jihad, khilafah dan lain-lain? Mengapa juga masih ada Muslim yang menolak syariah Islam? Bukankah tindakan melecehkan Islam dan menolak syariah Islam bisa menjadikan pelakunya murtad dari Islam?
Inilah dampak penerapan sekularisme di negeri ini.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Apa itu sekularisme? Sekularisme adalah akidah (keyakinan dasar) yang memisahkan agama dari kehidupan. Sekularisme menjadi dasar ideologi Kapitalisme. Kapitalisme melahirkan antara lain sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi dikenal sejumlah kebebasan yang dijamin oleh undang-undang. Di antaranya kebebasan beragama, kebebasan berpendapat/beropini, dan kebebasan berperilaku.
Dengan dalih kebebasan beragama, orang boleh berganti-ganti agama semaunya. Dengan dalih kebebasan berpendapat/beropini dan berperilaku, orang bebas untuk berpendapat/beropini dan berperilaku meski itu menistakan Islam, Al-Qur’an, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan syariah Islam.
Semua tidak boleh dipersoalkan dalam sistem demokrasi.
Wajar jika ada Muslim yang begitu mudah murtad, melecehkan Islam, atau terang-terangan menolak syariah Islam. Ketahuilah, melecehkan Islam dan ajarannya, dan menolak syariah bisa menjadikan pelakunya murtad dari Islam, sama seperti yang terus terang murtad.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Imam Syafii di dalam kitabnya, Al-Umm, menjelaskan bahwa seseorang yang berpindah dari kesyirikan menuju keimanan, lalu dia berpindah lagi dari keimanan menuju kesyirikan, maka jika orang itu sudah dewasa baik laki-laki maupun perempuan, dia diminta bertobat. Jika dia bertobat maka tobatnya itu diterima. Sebaliknya, jika dia enggan bertobat, maka dia harus dihukum mati (Asy-Syafii, Al-Umm, 6/168).
Pendapat Imam Syafii ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئِ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: كُفْرٌ بَعْدَ إِيْمَانٍ وَزِنًا بَعْدَ إِحْصَانٍ وَقَتْلُ نَفْسٍ بِغَيْرِ نَفْسٍ
Tidak halal (menumpahkan) darah seorang Muslim kecuali karena salah satu di antara tiga sebab: kufur setelah beriman; zina setelah beristri; membunuh seseorang bukan karena orang tersebut melakukan pembunuhan (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hukuman mati atas orang murtad juga ditegaskan di dalam sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ
Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam, red.), bunuhlah dia! (HR al-Bukhari dan an-Nasa’i).
Jelas, hukuman mati atas orang murtad, 100% berdasarkan keputusan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tapi itu semua perlu proses pengadilan sebelum penjatuhan hukumannya. Semua dilakukan oleh negara. Bukan pribadi atau kelompok masyarakat.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ada sebagian orang yang memelintir ayat:
لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ
Tidak ada paksaan dalam beragama (TQS al-Baqarah [2]: 256), untuk berpindah-pindah agama semaunya.
Ketahuilah, itu pemahaman yang salah. Makna yang sebenarnya seperti dikatakan Imam al-Alusi adalah “Janganlah kalian memaksa (manusia) untuk masuk Islam.” (Al-Alusi, Ruuh al-Ma’aani, 2/322).
Siapapun tidak boleh dipaksa untuk memeluk Islam. Namun, saat mereka sudah menjadi Muslim, haram baginya untuk murtad (keluar) dari Islam.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Demikian pula haram pula menolak syariah Islam, baik secara keseluruhan maupun sebagiannya. Allah subhanahu wa ta’ala telah mencela dengan keras sikap demikian:
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
Apakah kalian mengimani sebagian al-Kitab dan mengingkari sebagian lainnya? Tidak ada balasan bagi orang yang bertindak demikian kecuali kehinaan dalam kehidupan dunia dan pada Hari Kiamat kelak dia akan dilemparkan ke dalam azab yang sangat keras (TQS al-Baqarah [2]: 85).
Orang yang menolak syariah, dalam sistem Islam, hukumannya diperangi. Ini yang dulu dicontohkan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq terhadap orang-orang murtad dan para penolak zakat.
Kebijakan yang ditempuh Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjadi bukti bahwa penguasa Muslim wajib menjaga akidah umat. Jangan sampai banyaknya orang murtad dan para penolak syariah menular ke masyarakat secara luas. Ini tentu tidak boleh terjadi.
Sayangnya, saat ini kita tidak bisa banyak berharap kepada para penguasa Muslim dalam membentengi akidah umat. Pasalnya, mereka sendiri adalah penjaga sistem sekuler. Mereka tidak peduli jika akidah umat rusak, bahkan lenyap sekalipun. Alhasil, saatnya umat mencabut sekularisme dan segala turunannya. Tinggalkan dan buang jauh-jauh sekularisme dan mari berjuang menegakkan sistem Islam! []
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan Islam sebagai agama sempurna bagi seluruh umat manusia. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada junjungan alam, sang penerang kehidupan manusia akhir zaman, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bertakwalah kepada Allah. Ikuti petunjuk Rasulullah. Laksanakan yang diperintahkan, tinggalkan apa yang dilarang. Hanya dengan itu, derajat kita akan ditinggikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Jamaah jumah rahimakumullah,
Lagi dan lagi, kita dikejutkan dengan pernyataan seorang pejabat negara yang intinya fikih Islam tak sesuai lagi dengan kondisi kekinian. Makanya perlu diubah, disesuaikan dengan keadaan. Dalam bahasa lain disebut rekontekstualisasi. Dia menuduh, upaya penerapan syariah Islam menyebabkan ketidakstabilan sosial dan politik, perang saudara dan terorisme.
Ini adalah pernyataan berbahaya. Seolah syariah Islam adalah biang masalah. Seolah ajaran Islam adalah ancaman manusia. Dan seolah-olah orang berjuang demi tegaknya agama Allah di muka bumi ini adalah biang ketidakstabilan.
Jamaah jumah rahimakumullah,
Ketahuilah, rekontekstualisasi berbeda dengan ijtihad. Jangan salah tafsir dan salah pikir, sehingga menyamakan rekontekstualisasi dengan ijtihad. Berbeda sama sekali.
Ijtihad hanya berlaku pada nas-nas syariah yang zhanni, yang masih ada ruang ijtihad di dalamnya. Bisa juga terkait nas-nas yang mengandung ‘illat (sebab pensyariatan hukum).
Mari kita lihat contohnya. Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ghanimah, hanya dibagikan kepada kaum Muhajirin dan dua orang Anshar saja. Namun, pada masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ghanimah dibagikan kepada semua umat Islam. Dalam hal ini Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak bisa dipandang sedang mengubah atau merekonstektualiasi hukum. Beliau justru sedang menerapkan hukum syariah sesuai dengan ‘illat-nya, yakni agar harta tidak beredar di kalangan orang-orang kaya saja, sebagaimana dinyatakan al-Qur’an:
كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ
“….agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (TQS al-Hasyr [59]: 7).
Contoh lain, pada era Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, beliau memberlakukan kebijakan: ucapan talak tiga sekaligus tetap dipandang sebagai talak satu. Lalu pada masa Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau memberlakukan kebijakan: ucapan talak tiga sekaligus sebagai tiga kali talak. Perbedaan ini terjadi dalam ranah ijtihad. Pasalnya, dalam hal ini tidak ada dalil yang sharih (jelas) sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat.
Kedua contoh itu memberikan batasan yang jelas.
Pertama: Harus berdasarkan dalil baik dalil al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat maupun Qiyas syar’í. “Ijtihad” yang terlepas sama sekali dari dalil, lalu mengikuti hawa nafsu semata, jelas bukan ijtihad.
Kedua: Tidak melanggar nas-nas yang qath’i. “Ijtihad” yang menabrak nas-nas yang qath’i—baik qath’i tsubut (yakni al-Quran dan al-Hadis Mutawatir) maupun qath’i dalâlah (penunjukan maknanya)—pada hakikatnya adalah perusakan terhadap agama Islam itu sendiri.
Jamaah jumah rahimakumullah,
Ini berbeda dengan rekontekstualisasi fikih Islam. Contoh, hukum waris yang sudah jelas dan tegas di dalam al-Qur’an, tanpa ada perbedaan di kalangan para sahabat dan ulama, begitu direkontekstualisasikan dengan feminisme, berubah total. Warisan laki-laki dan perempuan harus sama.
Contoh lain, terkait khamar. Mereka, kalangan liberal itu mengatakan: “Keharaman khamar ini bersifat sekunder dan kontekstual. Karena itu vodka di Rusia bisa jadi halal karena situasi di daerah itu sangat dingin.”
Yang lebih parah, antara iman dan kafir juga direkontekstualisasi. Dengan gegabah sebagian orang berpendapat penggunaan istilah kafir mengandung ‘kekerasan verbal’ kepada non-Muslim. Karena itu istilah kafir mesti diganti dengan sebutan ‘muwathin’ atau warga negara.
Sebagian orang juga melakukan rekontekstualisasi ajaran Islam hingga merusak hukum-hukum yang sudah jelas dengan dalih maqashid asy-syari’ah, demi meraih kemaslahatan atau menolak kemadaratan.
Padahal, maqashid as-syari’ah yang dimaksud haruslah sesuai dengan ketentuan syara’. Bukan kemaslahatan menurut akal atau hawa nafsu.
Jamaah jumah rahimakumullah,
Karena itu, jika seruan rekontekstualisasi fikih Islam atau fikih alternatif dalam rangka mengubah fikih Islam agar bisa mengakomodasi berbagai kepentingan manusia, baik kepentingan penguasa, pengusaha maupun kelompok-kelompok di masyarakat, maka ini adalah ancaman nyata terhadap agama ini. Ini sama saja mendekonstruksi atau menghancurkan Islam itu sendiri.
Ingatlah, seharusnya umat manusialah yang mengikuti syariah Islam. Bukan syariah Islam dipaksa untuk diubah mengikuti kepentingan manusia.
Yang kita butuhkan saat ini, dan ini kewajiban dari Allah subhanahu wa ta’ala adalah menerapkan syariah Islam secara total dan menyeluruh. Berbagai kerusakan yang terjadi di depan mata kita, terjadi karena kita jauh dari syariah Islam. Kita telah meninggalkan ajaran Islam yang mulia. Hanya sedikit hukum Allah yang diterapkan.
Padahal kunci kebangkitan umat adalah manakala mereka menjalankan syariah Islam secara kaffah, sebagaimana generasi terdahulu. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani rahimahulLaahu dalam Syarii’atulLaah al-Khaalidah menjelaskan; “Sekiranya kaum Muslim hari ini menerapkan hukum-hukum fikih dan agama Islam sebagaimana para pendahulu mereka, niscaya mereka akan menjadi umat yang terdepan dan paling bahagia.”
Yakinlah, negeri ini akan berkah dan mendapatkan ridha Allah subhanahu wa ta’ala, jika dan hanya jika menerapkan syariah Islam secara sempurna.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala atas nikmat dan karunia-Nya, sehingga kita dalam keadaan iman dan Islam. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bertakwalah kepada Allah. Penuhi janji Anda, yang senantiasa menyatakan hidup saya, mati saya, dan ibadah saya, hanya semata-mata bagi Allah. Artinya, senantiasa tunduk dan taat kepada-Nya pada semua keadaan. Mari kita tingkatkan ketakwaan kita dengan segenap kemampuan kita.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Di bulan ini, Rabiul Awwal 1443 Hijriyah, umumnya kaum Muslimin di Indonesia menyambut gembira momentum kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaulah satu-satunya pribadi yang tidak pernah lekang keharuman namanya. Tak pernah pudar kekaguman orang pada keluhuran budinya. Sepanjang masa, nama Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dielu-elukan. Shalawat untuk beliau banyak dibacakan. Makam beliau pun ramai dikunjungi orang dengan penuh keharuan sembari diiringi tetesan air mata kerinduan.
Pengutusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nikmat yang paling agung bagi umat manusia. Berkat kedatangan beliau, manusia dibebaskan dari kesesatan. Mereka diajak menuju keimanan dan ketakwaan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلاَ مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِه وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
Sungguh, Allah telah memberi kaum Mukmin karunia ketika Dia mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri. Ia membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka serta mengajari mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan Hikmah (as-Sunnah) meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata (TQS Ali Imran [3]: 164).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Lalu cukupkah kita bergembira? Belum. Kita perlu menunaikan hak-hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hak yang paling utama adalah mengimani beliau sebagai utusan Allah, sekaligus penutup kenabian dan pembawa risalah terakhir. Mengimani Rasulullah satu-kesatuan dengan seluruh keimanan yang lain. Tidak boleh dipisahkan. Tidak seperti orang-orang Yahudi yang telah mengetahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi yang terakhir, namun menolak mengimani beliau. Padahal tanda-tanda kenabian telah nyata pada diri Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Sungguh sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui (TQS al-Baqarah [2]: 146).
Juga bukan seperti pengikut Ahmadiyah yang menolak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para Nabi dan Rasul. Mereka malah mengimani Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi terakhir. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. telah bersabda:
وَأَنَا الْعَاقِبُ وَالْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ نَبِيٌّ
Aku adalah al-‘Aqib (yang paling belakang). Al-‘Aqib yaitu [Nabi] yang tidak ada lagi Nabi sesudahnya (HR Muslim).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Membacakan shalawat dan salam bagi beliau adalah hak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada dirinya (TQS al-Ahzab [33]: 56).
Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga punya hak untuk dicintai umatnya. Ini adalah bagian kesempurnaan iman. Kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan cinta biasa, tetapi kecintaan di atas segalanya; melebihi cinta pada harta, keluarga dan manusia lain. Sabda beliau:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ مَالِهِ وَأَهْلِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dia cintai daripada hartanya, keluarganya dan seluruh umat manusia (HR Muslim).
Penting bertanya kepada diri kita, sudah luruskah cinta kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Jangan-jangan kita lebih cinta kepada keluarga, harta, jabatan, kelompok, suku bangsa, atau tokoh idola kita, melebihi cinta kita kepada baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Perhatikan peringatan Allah subhanahu wa ta’ala:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah, “Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan (azab)-Nya.” Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik (TQS at-Taubah [9]: 24).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ketaatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengantarkan umat ke dalam surga-Nya. Inilah janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
“Setiap umatku masuk surga selain yang enggan,” Para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa yang enggan?” Beliau menjawab, “Siapa yang menaatiku masuk surga dan siapa yang membangkang kepadaku berarti ia enggan.” (HR al-Bukhari).
Karena itu jangan sia-siakan rasa cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membangkang kepada beliau; menolak syariah Islam yang beliau bawa, mengkriminalisasi khilafah, memusuhi para pengemban dakwah dan membubarkan organisasi Islam, menebarkan fitnah kepada sesama Muslim, lalu malah bermesraan dengan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya.
Mari kita tunaikan hak-hak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mulai sekarang. Terima dengan sepenuh hati warisan beliau: Al-Qur’an dan Sunnah, dan mari kita perjuangkan untuk diterapkan secara kaffah.
Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah atas segala nikmat dan karunianya yang tak terhingga, terutama nikmat iman dan Islam. Bershalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, rasul yang membawa petunjuk bagi umat akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah. Sungguh sebaik-baik bekal bagi manusia adalah bekal takwa.
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (TQS Al-Baqarah [2]: 197)
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Saat ini kita berada di bulan Rabiul Awwal, bulan kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maulid Nabi adalah momentum penting bagi kita untuk mengingat kembali panutan hidup kita. Menjadikan beliau sebagai satu-satunya sosok pegangan, model perilaku dan suri teladan (uswah) dalam semua aspek kehidupan.
Sungguh dalam diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat suri teladan dalam berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir serta banyak menyebut Allah (TQS al-Ahzab [33]: 21).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling keras mujâhadah-nya dalam beribadah. Padahal beliau adalah sosok yang maksum (terbebas dari dosa) dan dijamin pasti masuk surga. Mujâhadah beliau dalam beribadah itu agar beliau menjadi hamba yang bersyukur.
Beliau adalah pribadi yang paling mulia akhlaknya. Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebut akhlak beliau adalah Al-Qur’an. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Tidak pernah berlaku keji. Tidak mengucapkan kata-kata kotor. Tidak berbuat gaduh di pasar. Tidak pernah membalas dengan kejelekan serupa. Akan tetapi, beliau pemaaf dan pengampun.” (HR Ahmad).
Beliau pun paling baik terhadap wanita. Beliau juga teladan terbaik dalam bertetangga, bergaul, berteman, berkawan dan bermuamalah. Dalam semua itu kita diperintahkan untuk menjadikan beliau sebagai teladan dan model panutan.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Islamnya di tengah-tengah umat manusia adalah untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Baik dalam lingkup akidah, ibadah, muamalah hingga siyasah (politik).
Meneladani Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya dalam aspek akidah, spiritual, moral dan sosial saja. Sebab jika demikian, hal itu sama saja mengerdilkan sosok beliau.
Perhatikan, beliau juga memberikan teladan kepemimpinan dalam bernegara, berpolitik dalam dan luar negeri, menjalankan pemerintahan, menerapkan hukum dan menyelesaikan persengketaan.
Ingatlah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah amat keras hukuman-Nya (TQS al-Hasyr [59]: 7).
Maka, kita harus totalitas menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai panutan dan suri teladan dalam segala aspek, baik dalam aspek individu, keluarga maupun negara; kecuali tentu saja hal-hal yang menjadi kekhususan bagi beliau saja (khawâsh ar-Rasûl) sebagaimana diterangkan oleh para ulama ushul.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Salah satu aspek teladan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat ini penting untuk diaktualisasikan adalah teladan kepemimpinan.
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya pemimpin spiritual (za’îm rûhi), tetapi juga pemimpin politik (za’îm siyâsi). Dalam konteks saat ini, beliau dapat disebut sebagai pemimpin negara (ra’îs ad-dawlah). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk ditaati dengan izin Allah (TQS an-Nisâ` [4]: 64).
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan teladan bagaimana menjalankan sistem pemerintahan Islam. Beliau membangun struktur negara. Beliau menunjuk dan mengangkat para penguasa baik mu’awin, wali maupun ‘amil. Beliau menunjuk dan mengangkat para panglima dan komandan pasukan. Beliau membentuk kepolisian dan mengangkat kepala polisinya. Beliau mengangkat qâdhi (hakim) untuk berbagai wilayah. Beliau juga mengangkat para pegawai administratif yang disebut kâtib untuk berbagai urusan. Semua itu merupakan penjelasan atas kewajiban menerapkan hukum-hukum Islam.
Sebagai kepala negara di Madinah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menerapkan syariah Islam secara menyeluruh sejak awal Negara Islam berdiri. Beliau menerapkan syariah itu secara konsisten dan tanpa pandang bulu.
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyatukan dan melebur masyarakat yang beliau pimpin menjadi satu kesatuan umat dengan ikatan yang kokoh, yakni ikatan akidah Islam. Beliau sekaligus melenyapkan ikatan-ikatan ‘ashabiyyah jâhiliyah, seperti ikatan kesukuan dan kebangsaan.
Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memimpin umat untuk menjalankan misi agung menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Karena dakwah itu pula, Islam sampai ke negeri ini.
Akhirnya, mari kita jadikan momentum Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai jalan untuk meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara totalitas. Meneladani pribadi beliau, kepemimpinan beliau, serta meneladani dan merealisasikan sistem yang beliau gariskan dan contohkan, yaitu sistem Islam, melalui penerapan syariah Islam secara kaffah.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat-Nya, yang tak terhingga. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, utusan Allah akhir zaman, sang pemberi kabar gembira bagi manusia.
Bertakwalah kepada Allah. Sungguh sebaik-baik bekal bagi kita dalam menyongsong kehidupan yang abadi adalah takwa. Taat kepada Allah terhadap seluruh perintah-Nya dan meninggalkan seluruh larangan-Nya, baik dalam keadaan suka maupun duka.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Setiap akhir September kaum Muslim di negeri ini selalu diingatkan dengan tragedi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965. Saat itu PKI, dengan menggunakan Pasukan Pengawal Presiden Tjakrabhirawa, melakukan kudeta dengan menculik dan membunuh 7 perwira tinggi TNI.
Peristiwa yang terjadi pada bulan itu hanyalah rangkaian dari gerakan makar kelompok komunis di Tanah Air. Sebelumnya di tahun 1948 mereka membunuh para ulama dan santri dengan sangat keji, bahkan menguburkannya hidup-hidup.
Secara bertahap para pengikut komunis/PKI melakukan berbagai intimidasi, pelecehan agama bahkan kekerasan dan pembunuhan kepada mereka yang dianggap menentang ideologi komunisme, terutama yang berasal dari umat Muslim.
Karena itu kaum Muslim harus selalu mewaspadai penyebaran ideologi sesat ini. Apalagi belakangan muncul keinginan segelintir orang yang ingin menghidupkan lagi paham tersebut.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ketahuilah, ideologi tidaklah punah dari muka bumi selama masih ada penganutnya. Begitu pula dengan komunisme. PKI memang telah dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang. Komunisme, sebagai ideologinya, juga sudah dilarang. Namun, simbol-simbolnya sering dijumpai di tengah masyarakat. Ini menandakan mereka masih bergerak. Bahkan ada sinyal mereka berusaha memutarbalikkan sejarah dan berupaya mencabut TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yang melarang keberadaan PKI dan paham komunisme dengan berbagai alasan.
Kalau dulu di zaman Orde Lama, kebencian mereka kepada kaum Muslim ditampakkan antara lain dengan menghina ajaran Islam, dan mendorong Presiden Soekarno membubarkan Partai Islam Masjumi dan menangkapi tokoh-tokohnya; kini serangan kepada ajaran Islam muncul kembali.
Penghinaan terhadap bendera tauhid. Cacian terhadap para santri penghafal Al-Qur’an. Tuduhan terhadap Islam sebagai agama kearab-araban. Sebutan ‘kadrun’ atau kadal gurun. Menentang penerapan syariah Islam. Memusuhi hukum jihad dan kewajiban khilafah, dan sebagainya.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Perhatikan, menguatnya komunisme di Tanah Air disebabkan oleh dua hal: Pertama, adanya pembiaran terhadap ideologi komunisme hingga terus berkembang. Termasuk membiarkan berbagai sikap anti ulama lurus, anti syariah, anti Tuhan, juga adu domba antar kelompok masyarakat.
Kedua, komunisme berkembang karena kelemahan pemahaman Islam di tengah umat dan kurangnya kesadaran politik Islam. Tidak sedikit Muslim yang menganut ideologi komunisme dan memperjuangkankannya tanpa tahu kebatilan dan kesesatannya.
Ketahuilah, komunisme adalah ideologi batil, sesat dan bertentangan dengan ajaran Islam baik dengan akidah maupun syariatnya. Begitupula haram hukumnya bergabung dengan kelompok yang menganut dan memperjuangkan komunisme.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Yakinilah, Islam adalah agama dan sistem kehidupan yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan. Seorang Muslim wajib mengimani tidak ada agama, aturan dan ideologi yang diterima oleh Allah kecuali Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sungguh agama (yang diterima dan diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam (TQS Ali Imran [3]: 19).
Karena itu, haram seorang Muslim yang mengaku beriman, mengerjakan shalat dan shaum, tetapi meyakini komunisme sebagai sistem kehidupannya, atau aturan politik dan ekonominya. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan setiap Muslim untuk mengamalkan seluruh syariah Islam secara totalitas. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).
Dan ketahuilah, haram hukumnya bagi umat membela ideologi selain Islam seperti komunisme dan kapitalisme. Haram pula menyebarkannya, memfasilitasi ide-ide mereka, apalagi ikut-ikutan memusuhi agama Islam. Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka (TQS. Al Mujadilah [58]: 22)
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ingatlah, berbagai keburukan yang menimpa umat pada hari ini disebabkan umat telah menjauh dari Islam, merasa cukup dengan ibadah dan ahlak semata, tapi enggan berislam secara kaffah. Inilah pangkal kerusakan umat yang sebenarnya. Padahal Allah berfirman:
وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ ۚوَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِه ۗذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِه لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa (TQS. al-An’am [6]: 153)
Karenanya, bila umat ingin selamat dari ancaman komunisme, termasuk kapitalisme-liberalisme, kembalilah pada Islam kaffah. Islam harus kembali diterapkan dan dijadikan sistem kehidupan. Hanya Islamlah satu-satunya sistem kehidupan yang mulia dan diterima Allah subhanahu wa ta’ala.
Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah azza wa jalla, Yang Menghidupan dan Mematikan. Sang Maha Pemberi Rezeki dan tempat bergantung semua makhluk. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpah kepada baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bertakwalah kepada Allah. Sungguh sebaik-baik bekal perjalanan kita ke akhirat adalah takwa. Kumpulkan bekal dengan ketaatan sepenuhnya kepada syariah Islam.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Baru-baru ini ada seorang pejabat negara yang menyatakan: jangan terlalu fanatik dalam beragama. Sebab, semua agama benar di mata Tuhan.
Sebelum itu, pejabat negara yang membidangi agama, meminta agar doa semua agama dibacakan di acara-acara Kementerian Agama.
Perhatikan, meski muncul di waktu yang berbeda, sesungguhnya keduanya mengusung semangat yang sama, yakni pluralisme agama. Ini mirip dengan ungkapan para pengusung pluralisme agama lainnya, seperti: “semua agama benar”, “tidak perlu ada klaim kebenaran”, “jangan terlalu fanatik dalam beragama”, “fanatisme beragama mengancam persatuan”, “toleransi beragama harus dijunjung tinggi”, dan seterusnya.
Lalu apa sikap kita atas gagasan dan propaganda pluralisme ini? Benarkah semua agama sama? Benarkah demi toleransi beragama umat Islam perlu ikut-ikutan doa lintas agama, Perayaan Natal Bersama, dan lain-lain?
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ingatlah, setiap Muslim wajib menegaskan bahwa hanya Islam yang benar. Agama di luar Islam semuanya salah/batil. Ini adalah keyakinan dasar, sekaligus mutlak di dalam Islam. Karena itu pernyataan bahwa “semua agama benar” adalah pernyataan menyimpang dari Islam. Pelakunya bisa murtad.
Perhatikan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sungguh agama (yang diakui) di sisi Allah hanyalah Islam (TQS Ali Imran [3]: 19).
Imam al-Baghawi lebih menegaskan lagi bahwa makna “inna ad-dîna” dalam ayat di atas adalah, “Inna ad-dîna al-mardhiyya ash-shahîh (Sungguh agama yang diridhai dan yang benar)”, yakni di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, hanyalah Islam (Lihat: Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, 2/18).
Lalu Imam al-Baghawi menukil dua ayat berikut:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama kalian (TQS al-Maidah [5]: 3).
Perhatikan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Siapa saja yang mencari agama selain Islam tidak akan pernah akan diterima agama itu dari dirinya dan di akhirat kelak dia termasuk ke dalam kaum yang merugi (TQS Ali Imran [3]: 85).
Karena itu menganggap semua agama sama tentu bertentangan dengan al-Quran.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Pernyataan “semua agama benar”, adalah pernyataan yang sangat tidak masuk akal. Sebab, jika semua agama benar, apa perlunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersusah-payah—bahkan dengan mempertaruhkan segalanya, termasuk nyawa beliau—mendakwahkan Islam selama 23 tahun kepada para pemeluk agama lain? Apa pentingnya beliau mengajak kaum Yahudi, Nasrani dan kaum musyrik agar masuk Islam dan meninggalkan agama mereka? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
Aku diperintahkan (oleh Allah subhanahu wa ta’ala) untuk memerangi umat manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; juga agar mereka menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal demikian maka darah dan harta mereka terpelihara dariku, kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh Islam, dan perhitungannya diserahkan kepada Allah (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Bukalah Al-Qur’an. Lihatlah isinya. Di dalamnya banyak celaan terhadap pemeluk agama Yahudi, Nasrani maupun kaum musyrik. Allah subhanahu wa ta’ala memandang mereka sebagai kaum kafir. Allah subhanahu wa ta’ala, berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah Al-Masih putra Maryam (TQS al-Maidah [5]: 72).
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ
Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah ‘Yang Ketiga’ di antara yang tiga. Padahal tidak ada Tuhan kecuali Tuhan Yang Satu (Allah) (TQS al-Maidah [5]: 73).
Bahkan Allah subhanahu wa ta’ala memandang kaum musyrik sebagai najis:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
Wahai orang-orang yang beriman, sungguh kaum musyrik itu najis. Karena itu janganlah membiarkan mereka memasuki Masjid al-Haram setelah tahun mereka ini (TQS at-Taubah [9]: 28).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ketahuilah, meskipun Islam mencela dan mengecam kaum kafir baik Yahudi, Nasrani maupun kaum musyrik, Islam tetap bersikap toleran. Islam, tidak pernah memaksa mereka untuk masuk Islam. Kata Allah subhanahu wa ta’ala:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama Islam (TQS al-Baqarah [2]: 256).
Di dalam negara Islam, orang-orang kafir diperlakukan setara dan adil sebagai warga negara. Tidak ada diskriminasi.
Tapi, ingatlah, toleransi Islam terhadap pemeluk agama lain bukan berarti mengakui kebenaran agama mereka.
Bahkan tanpa harus mempraktikkan dan mempropagandakan pluralisme agama yang sesat dan menyesatkan, sejarah selama berabad-abad telah membuktikan betapa besarnya toleransi Islam dan kaum Muslim terhadap pemeluk agama lain.
Karena itu jika ingin umat beragama rukun, damai dan saling bertoleransi, tanpa diskriminasi, kuncinya satu: terapkan ideologi dan sistem Islam. Dengan kata lain: terapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Inilah Islam, rahmatan lil ‘âlamîn.
Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat-Nya yang tak terhingga, yang telah mempertemukan kita di hari yang mulia ini, di tempat yang mulia, bersama dengan orang-orang yang insyaallah dimuliakan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada manusia teladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bertakwalah kepada Allah kapan pun dan di mana pun kita berada. Penuhi perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya. Semoga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa sampai akhir hayat kita dan nanti ditempatkan di jannah-Nya.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Suatu ketika Amirul Mukminin, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Alangkah buruknya aku ini sebagai pemimpin jika aku memakan bagian yang baik, lalu aku memberi rakyat makanan sisanya.” (Ibn Sa’d, Ath-Thabaqat al-Kubra, 3/312).
Saat itu paceklik melanda Hijaz. Penduduk pedesaan banyak yang mengungsi ke Madinah. Mereka tidak lagi memiliki bahan makanan sedikitpun. Mereka segera melaporkan nasib mereka kepada Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
Khalifah Umar segera membagi-bagikan makanan dan uang dari Baitul Mal hingga gudang makanan dan kas Baitul Mal menjadi kosong. Beliau pun memaksakan dirinya untuk tidak makan lemak, susu maupun makanan enak lainnya yang dapat membuat gemuk hingga musim paceklik ini berlalu.
Khalifah Umar hanya mengkonsumsi minyak dan cuka. Beliau hanya mengisap-isap minyak dan tidak pernah kenyang. Akibatnya, warna kulit beliau menjadi hitam. Tubuhnya menjadi kurus. Banyak yang khawatir beliau akan jatuh sakit dan lemah. Kondisi ini berlangsung selama 9 bulan.
Untuk mengatasi masalah ini, Khalifah mengirim surat ke gubernurnya di Irak, Abu Musa al-Asy’ári radhiyallahu ‘anhu dan di Mesir ‘Amru bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu untuk membantu mengatasi paceklik tersebut. Keduanya langsung mengirimkan bantuan berupa gandum.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Keteladanan Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu hanyalah satu dari sekian banyak keteladanan para pemimpin Islam sepanjang Kekhilafahan Islam. Lalu bagaimana dengan para pemimpin dalam sistem pemerintahan sekuler saat ini? Adakah di antara mereka yang berusaha meneladani Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu?
Ironisnya, saat rakyat susah akibat pandemi, tiba-tiba KPK mengumumkan, 70 persen harta kekayaan para pejabat negara naik selama pandemi. Bahkan ada menteri yang baru menjabat 9 bulan, kekayaannya bertambah sekitar 10 miliar rupiah.
Pertanyaannya: Dari mana sumber kenaikan harta mereka? Yang pasti bukan dari kenaikan gaji atau tunjangan. Kemungkinannya, Pertama, berasal dari sumber pendapatan lain di luar gaji dan tunjangan. Boleh jadi dari perusahaan yang dimilikinya.
Kedua, bisa jadi dari sumber yang tidak halal, seperti hadiah atau fee dari para pengusaha (kelompok oligarki) sebagai kompensasi kebijakan, suap-menyuap dan korupsi.
Melihat fakta ini, rasanya sulit bagi siapapun untuk menemukan pemimpin yang baik di dalam sistem pemerintahan sekuler saat ini. Kalaupun ada, jumlahnya hanya segelintir orang saja. Maka jangan heran jika banyak pejabat yang kehilangan rasa empati sekalipun banyak rakyatnya yang menderita. Mereka lebih memilih memperkaya diri dan koleganya (oligarki) daripada peduli kepada rakyat mereka sendiri.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Kekuasaan adalah amanah. Sistem Islam ditegakkan dalam rangka menerapkan syariah Islam secara kaffah dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Seorang waliyul amri (pemimpin) dibebani amanah. Peran dan tanggung jawab waliyul amri dalam masalah ini sangat besar. Kelak di akhirat ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah subhanahu wa ta’ala atas amanah kepemimpinannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda:
فَاْلإِمَامُ اْلاَعْظَمُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari).
Amanah penguasa seperti dalam hadis di atas adalah memelihara urusan-urusan rakyat (ri’âyah syu`ûn ar-ra’yah). Ri’âyah itu dilakukan dengan siyasah (politik) yang benar, yaitu seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim. Ri’âyah atau siyâsah yang baik itu tidak lain dengan menjalankan hukum-hukum syariah serta mengutamakan kemaslahatan dan kepentingan rakyat. Inilah seharusnya yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang amanah.
Pemimpin amanah akan menunaikan tugas ri’âyah, yakni memelihara semua urusan rakyatnya seperti: menjamin pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan bagi tiap individu warga negara); menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara cuma-cuma; serta melindungi rakyat dari berbagai gangguan dan ancaman. Dalam memelihara urusan rakyat, penguasa hendaklah seperti pelayan terhadap tuannya. Sebabnya, “Sayyidu al-qawmi khâdimuhum (Pemimpin kaum itu laksana pelayan mereka).” (HR Abu Nu’aim).
Ketahuilah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak memperingatkan penguasa dan pemimpin yang tidak amanah/khianat dan zalim. Mereka adalah pemimpin jahat (HR at-Tirmidzi). Pemimpin yang dibenci oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dibenci oleh rakyat dan membenci rakyatnya (HR Muslim). Pemimpin yang bodoh (imâratu as-sufahâ’), yakni pemimpin yang tidak menggunakan petunjuk Rasul dan tidak mengikuti sunnah beliau (HR Ahmad). Penguasa al-huthamah, yakni yang jahat dan tidak memperhatikan kepentingan rakyatnya (HR Muslim). Penguasa yang menipu (ghâsyin) rakyat (HR al-Bukhari dan Muslim).
Sayangnya, sistem sekuler saat ini justru banyak melahirkan para pemimpin yang banyak dicela oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena itu, jika kita ingin kehidupan yang lebih baik, jalan satu-satunya adalah mencampakkan dan meninggalkan sistem sekuler, ganti dengan sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaffah.
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah. Zat Yang Maha Perkasa. Yang Menghidupkan dan Mematikan, serta menguasai seluruh alam semesta.
Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada junjungan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Teladan terbaik bagi umat akhir zaman yang berharap selamat di dunia dan akhirat.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Keadilan adalah dambaan setiap insan. Tanpa melihat latar belakangnya, pasti setiap orang menginginkan keadilan dan menolak segala bentuk kezaliman.
Keadilan tidak boleh memihak. Jika keadilan memihak, misalnya tunduk pada kepentingan penguasa atau tumpul ke atas dan tajam ke rakyat, maka yang lahir adalah kezaliman.
Pertanyaannya, mana yang sekarang berlaku? Keadilankah, atau justru ketidakadilan?
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ketidakadilan akan selalu muncul dalam sistem buatan manusia, seperti yang terjadi di negeri ini. Mengapa?
Pertama: Sistem hukum dan peradilan di negeri ini sangat dipengaruhi dan dilandasi oleh sistem hukum dan peradilan Barat yang sekuler. Sekularisme Barat melahirkan sistem demokrasi yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk menetapkan hukum tanpa terikat oleh ajaran agama. Sistem hukum dan peradilan telah nyata mencampakkan hukum dari Zat Yang Maha adil, Allah subhanahu wa ta’ala. Karena itu, dapat dipastikan produk hukum yang dibuat pasti tidak sempurna dan memiliki banyak kelemahan.
Di sisi lain, manusia memiliki interest (kepentingan) baik pribadi maupun kelompok. Atas dasar ini, wajar jika hukum yang dihasilkan oleh rekayasa pemikiran manusia semata akan menghasilkan ketidakadilan. Hukum sangat berpihak kepada siapa yang berkuasa dengan berbagai kepentingannya. Persamaan di depan hukum menjadi tidak ada. Sebabnya, sejak awal hukum memang tidak diperuntukkan bagi semua. Inilah cacat hukum produk demokrasi.
Yang kedua: Bobroknya mental sebagian aparat penegak hukum. Entah polisi, jaksa atau hakim. Pasalnya, dalam sistem yang jauh dari tuntunan agama (Islam), siapapun—termasuk para aparat penegak hukum—begitu mudah tergiur oleh uang, jabatan, perempuan dan godaan duniawi lainnya.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Syariah Islam diturunkan untuk mewujudkan keadilan. Sebab, syariah Islam bersumber dari Zat Yang Maha adil. Allah Yang Maha adil telah menetapkan sejumlah aturan atau hukum untuk mengatur kehidupan manusia di dunia. Orang yang melanggar aturan atau hukum-Nya dinilai berdosa dan bermaksiat. Dia bisa dikenai sanksi di dunia atau diazab di akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوْقِبَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَ مَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ إِنْ شَاءَ غَفَّرَ لَهُ وَ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ
Siapa yang melanggar (ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya), lalu diberi sanksi, itu merupakan penebus dosa bagi dirinya. Siapa saja yang melanggar (ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya), namun (kesalahannya) ditutupi oleh Allah, maka jika Allah berkehendak, Dia akan mengampuni dirinya; dan jika Dia berkehendak, Dia akan mengazab dirinya (HR al-Bukhari)
Ingatlah, bagi kita sebagai Muslim, wajib hukumnya meyakini bahwa hanya hukum Allah yang terbaik. Allah subhanahu wa ta’ala sendiri yang menegaskan demikian:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُون
Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50).
Syaikh Wahbah az-Zuhaili menerangkan, ayat ini bermakna bahwa tak ada seorang pun yang lebih adil daripada Allah subhanahu wa ta’ala, juga tak ada satu hukum pun yang lebih baik daripada hukum-Nya (Az-Zuhaili, At-Tafsir al-Munir, 6/224).
Karena itu, keadilan merupakan sifat yang melekat pada Islam itu (Lihat: QS al-An’am [6]: 115). Sebaliknya, saat Islam dijauhkan, dan Al-Qur’an tidak dijadikan rujukan dalam hukum, yang bakal terjadi adalah kezaliman. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan (Al-Qur’an) merekalah para pelaku kezaliman (TQS al-Maidah [5]: 45).
Maka, keadilan dan Islam adalah satu-kesatuan. Tidak aneh jika para ulama menegaskan keadilan (al-‘adl) sebagai sesuatu yang tak mungkin terpisah dari Islam.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Keadilan hanya mungkin terjadi saat Islam ditegakkan. Islam hanya mungkin tegak dengan kekuasaan. Karena itu dalam Islam, kekuasaan tentu amat penting.
Pentingnya kekuasaan sejak awal disadari oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah yang diisyaratkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui firman-Nya:
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا
Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar dan keluarkanlah aku dengan cara keluar yang benar serta berikanlah kepada diriku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (TQS al-Isra’ [17]: 80).
Imam Ibnu Katsir, saat menjelaskan frasa “waj’allii min ladunka sulthân[an] nashîrâ” dalam ayat di atas, dengan mengutip Qatadah, menyatakan, “Dalam ayat ini jelas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyadari bahwa tidak ada kemampuan bagi beliau untuk menegakkan agama ini kecuali dengan kekuasaan. Karena itulah beliau memohon kepada Allah kekuasaan yang bisa menolong, yakni untuk menerapkan Kitabullah, memberlakukan hudûd Allah, melaksanakan ragam kewajiban dari Allah dan menegakkan agama Allah…” (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qurán al-Ázhim, 5/111).
Alhasil, meraih kekuasaan sangatlah penting. Namun, yang lebih penting, kekuasaan itu harus diorientasikan untuk menegakkan syariah Islam secara kaffah. Hanya dengan penegakan dan penerapan syariah Islam secara kaffah, keadilan bagi semua akan tercipta. Saat keadilan tercipta, kezaliman pun pasti sirna.
[]
Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya, yang telah mempertemukan kita di tempat mulia ini, di hari mulia, bersama dengan orang-orang yang insyaallah dimuliakan oleh Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada manusia paling mulia, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bertakwalah kepada Allah, dengan tunduk dan patuh kepada aturan-Nya. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjalani kehidupan, baik pribadi, bermasyarakat dan bernegara.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Islam adalah agama dakwah. Ajaran Islam wajib disampaikan kepada seluruh manusia, agar mereka tahu dan memeluk Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta berdebatlah dengan mereka dengan cara yang lebih baik (TQS an-Nahl [16]: 125).
Karenanya, siapa pun Muslim yang mendakwahkan Islam sehingga orang meyakini Islam dan meninggalkan keyakinannya akan mendapatkan pahala besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَأَنْ يَهْدِي اللهُ عَلَى يَدِك رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَك مِمّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشّمْسُ أَوْ غَرَبَتْ
Sungguh Allah memberikan hidayah kepada seseorang melalui dirimu adalah lebih baik daripada apa yang diterangi oleh matahari atau ketika tenggelam (HR ath-Thabarani).
Inilah yang mendorong kaum Muslim menyebarkan risalah ke seluruh dunia.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Al-Qur’an mengandung seruan kepada pemeluk agama lain agar masuk Islam sekaligus membantah keyakinan mereka. Ayat-ayat tersebut menyeru akal manusia dengan membuktikan kebatilan agama mereka. Dakwah kepada mereka dilakukan tanpa mencela atau menistakan agama mereka, namun dilakukan dengan ilmiah, argumentatif dan menggugah akal (Lihat: QS an-Nahl [16]: 125).
Ketika berhadapan dengan para penyembah berhala, Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat yang mengingatkan mereka akan lemahnya berhala dibandingkan dengan kekuasaan-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللّٰهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهٗ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
Sungguh segala yang kalian seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun walaupun mereka bersatu menciptakannya. Jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka pun tak dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemah yang menyembah dan amat lemah (pula) yang disembah (TQS al-Hajj [22]: 73).
Ayat ini bukan menistakan keyakinan kaum paganis, tetapi justru mengajak mereka untuk berpikir jernih apakah pantas sesuatu yang lemah, tidak bisa menciptakan lalat, bahkan tidak bisa menjaga sesuatu dari lalat, dijadikan tuhan oleh manusia. Padahal ada Allah Yang Maha Pencipta yang telah menciptakan berbagai mahluk dari yang paling kecil hingga yang paling besar, juga menciptakan alam semesta.
Saat berhadapan dengan kaum yang meyakini bahwa Tuhan memiliki anak, ayat-ayat al-Qur’an mengajak mereka merenungkan keyakinan mereka agar mereka memahami sendiri kebatilan akidah mereka (Lihat: QS al-Mu’minun [23]: 91).
Allah subhanahu wa ta’ala pun membantah klaim kaum Nasrani yang menyatakan bahwa Isa bin Maryam adalah anak tuhan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللّٰهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ
Sungguh telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sungguh Allah ialah Al-Masih putra Maryam.” Padahal al-Masih (sendiri) berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhan kalian.” (TQS al-Maidah [5]: 72).
Bahkan Al-Qur’an membongkar pemalsuan oleh orang-orang Bani Israil terhadap kitab-kitab suci mereka, Taurat dan Injil, juga telah dinyatakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala:
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا
Celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka (sendiri), kemudian berkata, “Ini dari Allah,” (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah (TQS al-Baqarah [2]: 79).
Ketahuilah, apa yang disampaikan al-Qur’an tentang pemalsuan ayat-ayat yang tercantum dalam kitab-kitab kaum Yahudi dan Nasrani adalah fakta, bukan penistaan.
Belakangan, pada tahun 1994, di San Francisco, AS, terbit buku berjudul, The Five Gospels: What Did Jesus Really Say? Buku ini adalah hasil seminar 76 orang pakar dari berbagai disiplin ilmu yang meneliti keotentikan Injil. Mereka mendapati bahwa 82 persen isi kandungan injil sesungguhnya bukan berasal dari Yesus. Temuan ini menguatkan firman Allah subhanahu wa ta’ala bahwa telah terjadi perubahan ayat dalam kitab-kitab suci terdahulu.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Sekali lagi, dakwah adalah kewajiban. Harus dibedakan menyampaikan kebenaran Islam kepada umat di luar Islam dengan menistakan agama atau keyakinan mereka. Sebab, menista agama umat lain adalah haram. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
Janganlah kalian memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan (TQS al-An’am [6]: 108).
Ketahuilah, bukan merupakan penistaan agama ketika seorang Muslim menerangkan kebatilan dan kerusakan akidah umat lain. Justru ini adalah kewajiban yang telah Allah tetapkan.
Haram hukumnya menyatakan semua agama benar. Perhatikan peringatan para ulama: “Siapa saja yang tidak mengkafirkan orang yang beragama selain Islam seperti Nasrani, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan doktrin/ajaran mereka, maka dia telah kafir meskipun bersamaan dengan itu dia menampakkan dirinya Islam dan meyakininya” (An-Nawawi, Rawdhah ath-Thalibin, 3/444).
Tidak boleh hukumnya menyembunyikan kebenaran demi toleransi. Yang dilarang adalah memaksakan keyakinan Islam kepada orang kafir.
Ingatlah, menganggap dakwah Islam yang mengungkap kebatilan agama lain sebagai penistaan agama dan tindakan kriminal sama dengan mengkriminalisasi ayat-ayat al-Qur’an. Na’udzubilLah min dzalik!
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah. Yang Mahaperkasa. Yang Mahakuasa. Yang menghidupkan dan mematikan. Bersyukur atas segala nikmat-Nya, yang tak terhitung jumlahnya. Shalawat dan salam, semoga senantiasa dicurahlimpahkan kepada junjungan alam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, nabi akhir zaman, yang telah menerangi kegelapan menuju cahaya Islam.
Mari terus berusaha meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Memperjuangkan agamanya, agar tegak di muka bumi dengan sekuat kemampuan kita.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Umat Muslim pernah memiliki peradaban luhur dan memimpin dunia. Tidak ada satu pun negeri yang penduduknya menerima dakwah Islam, melainkan masyarakatnya akan berbondong-bondong memeluk Islam. Sepanjang sejarah Kekhilafahan Islam, kaum Muslim pernah memimpin dua pertiga dunia; dari Afrika hingga sebagian Eropa. Kaum Muslim, dengan Khilafahnya, pernah menciptakan keadilan dan kemakmuran. Khilafah melebur umat manusia tanpa perbedaan suku bangsa, jenis kelamin, ras dan bahasa. Umat non-Muslim pun mendapatkan keadilan dan perlindungan.
Gambaran sejarah di atas kontras dengan keadaan umat hari ini. Kaum Muslim terpuruk. Tidak mandiri dan didikte bangsa lain. Meskipun mengklaim merdeka, realitanya mereka tak bisa menjalankan syariahnya sendiri secara kaffah karena di bawah kendali asing.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Dulu, sebelum Islam datang, manusia berada dalam kegelapan. Ada yang nenyembah berhala, praktik ekonomi ribawi dan curang dalam perdagangan. Ada tradisi anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup oleh ayah mereka. Kaum perempuan pun dihinakan. Pada saat yang sama, Kerajaan Romawi dan Persia berkuasa dan menindas negeri-negeri yang mereka jajah.
Kedatangan Islam membawa perubahan besar. Islam memuliakan manusia dan mengeluarkan mereka dari era jahiliyah menuju peradaban mulia yang gemilang. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya (iman). Sebaliknya, orang-orang kafir, para pelindung mereka adalah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya (TQS al-Baqarah [2]: 257).
Di dalam tafsirnya, Imam Ibnu Katsir menguraikan ayat ini, “Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan bahwa Dialah Yang menunjukkan kepada siapa saja yang mengikuti keridhaan-Nya jalan-jalan keselamatan. Ia mengeluarkan hamba-hamba-Nya yang beriman dari kegelapan kekufuran, keraguan dan kebimbangan menuju cahaya kebenaran yang terang, gamblang mudah dan bercahaya.”
Cahaya Islam menghapus budaya penyembahan manusia kepada makhluk, baik berupa berhala maupun sesama manusia seperti para raja. Islam menghapus kekuasaan yang zalim lalu menggantikannya dengan keadilan yang menciptakan rasa aman. Menghukum para pelaku kejahatan dengan seadil-adilnya. Memberikan perlindungan dan kedudukan terhormat untuk kaum perempuan. Islam bahkan menyuruh anak lelaki untuk memuliakan ibu kandungnya.
Islam berhasil mengubah bangsa Arab dan bangsa-bangsa lainnya yang memeluk Islam menjadi umat manusia yang unggul. Dengan melaksanakan syariah Islam di bawah naungan Khilafah, umat Islam menebarkan rahmat dan memberikan banyak sumbangan untuk peradaban dunia.
Banyak karya ilmuwan Muslim dari berbagai disiplin ilmu seperti matematika, kedokteran, kimia, farmasi, teknik, menjadi dasar ilmu pengetahuan modern. Khilafah juga berkontribusi bagi kemanusiaan. Khilafah membantu tiga kapal berisi makanan dan obat-obatan bagi rakyat Irlandia yang dilanda kelaparan. Rakyat Amerika Serikat pada tahun 1889 juga pernah mendapatkan 1.000 US$ sebagai bantuan dari Khilafah dan umat Muslim untuk korban banjir di Pennsylvania barat daya.
Di Nusantara, saat Perang Aceh, Khilafah Utsmaniyah mengirimkan 17 kapal perang beserta prajurit dan persenjataan untuk membantu pejuang Aceh melawan kolonial Belanda. Khilafah juga mengirim bantuan untuk Batavia saat dihantam banjir di tahun 1916 sebesar 25 ribu kurush (koin emas).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Pertanyaannya, apa kunci kebangkitan hingga bisa seperti itu? Tidak ada jalan lain kecuali dengan mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi awal kaum Muslim. Bukan dengan mengikuti aturan yang disodorkan pihak asing. Imam Malik bin Anas rahimahulLah menyatakan:
لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا
Tidak akan bisa memperbaiki kondisi generasi akhir umat ini kecuali apa yang telah mampu memperbaiki kondisi generasi awal umat ini.
Maknanya, umat Muslim dulu bisa menjadi baik dan bangkit dengan Islam. Karena itu sekarang pun mereka hanya bisa baik dan bangkit dengan Islam. Kunci kebangkitan yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada umat manusia adalah membebaskan mereka dari penghambaan sesama menuju penghambaan hanya pada Allah subhanahu wa ta’ala. Itulah yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam surat yang ditujukan pada kaum Nasrani Najran:
فَإِنِّي أَدْعُوكُمْ إِلىَ عِبَادَةِ اللهِ مِن عِبَادَةِ الْعِبَاد، وَأَدْعُوكُم إِلىَ وِلاَيَةِ الله مِن وِلاَيَةِ الْعِبَادِ
Sungguh aku menyeru kalian agar menghambakan diri hanya kepada Allah dengan meninggalkan penghambaan kepada sesama hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian untuk berada dalam kekuasaan Allah dan tidak berada dalam kekuasaan sesama hamba (manusia) (Ibn Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, 5/553).
Islam berhasil menciptakan manusia merdeka dan bangkit, yakni mereka yang tunduk dan menghambakan diri hanya pada Allah subhanahu wa ta’ala, Pencipta segenap mahluk dan alam semesta, Tuhan yang layak disembah.
Ingatlah, kebangkitan bukanlah berlimpah materi dan membangun gedung tinggi. Kebangkitan shahih bagi umat ini adalah kemerdekaan untuk menjalankan syariah Allah subhanahu wa ta’ala secara total di semua bidang kehidupan. Hanya dengan cara inilah umat akan mendapatkan kemajuan di segala bidang sebagaimana yang diraih pada masa lampau. Inilah jalan Islam, jalan kebangkitan hakiki!
Alhamdulillah, bersyukur atas segala nikmat-Nya kepada kita semua. Di hari yang mulia ini, kita bisa berkumpul di tempat yang mulia ini, menunaikan kewajiban kita, bersama dengan orang-orang yang insyaallah dimuliakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Marilah kita terus berusaha meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan bertaubat atas segala kesalahan yang kita perbuat. Kepada-Nya kita bergantung. Kepada-Nya kita mohon ampunan dan belas kasihan.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Kita baru saja memperingati hari kemerdekaan. Memang penjajah telah hengkang dari negeri ini. Namun rasanya cengkeraman penjajah dalam bentuk lain masih kita jumpai, baik secara politik dan ekonomi serta budaya. Ajaran Islam, yang dipeluk oleh mayoritas penduduk negeri ini dianggap ancaman. Kita yang ingin menerapkan ajaran Islam secara sempurna dianggap radikal. Pertanyaannya? Sudahkah kita merdeka secara hakiki?
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Sungguh, Islam diturunkan membawa misi kemerdekaan umat manusia dalam makna yang paling jauh, yakni memerdekakan umat manusia dari penghambaan kepada sesama manusia dan dari segala bentuk penghambaan kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.
Misi itu dinyatakan di dalam surat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kirimkan kepada penduduk Najran. Di antara isinya berbunyi:
أَمّا بَعْدُ فَإِنّي أَدْعُوكُمْ إلَى عِبَادَةِ اللّهِ مِنْ عِبَادَةِ الْعِبَادِ وَأَدْعُوكُمْ إلَى وِلاَيَةِ اللّهِ مِنْ وِلاَيَةِ الْعِبَادِ
…Amma ba’du. Aku menyeru kalian untuk menghambakan diri kepada Allah dan meninggalkan penghambaan kepada sesama hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian agar berada dalam kekuasaan Allah dan membebaskan diri dari penguasaan oleh sesama hamba (manusia)… (Al-Hafizh Ibnu Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, v/553)
Misi Islam mewujudkan kemerdekaan untuk seluruh umat manusia, itu juga terungkap kuat dalam dialog Jenderal Persia, Rustum, dengan Rib’i bin ‘Amir yang diutus oleh Panglima Saad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu setelah Mughirah bin Syu’bah pada Perang Qadisiyah untuk membebaskan Persia. Jenderal Rustum bertanya kepada Rib’i bin ‘Amir, “Apa yang kalian bawa?” Rib’i bin ‘Amir menjawab, “Allah telah mengutus kami. Demi Allah, Allah telah mendatangkan kami agar kami mengeluarkan siapa saja yang bersedia, dari penghambaan kepada sesama hamba (sesama manusia) menuju penghambaan hanya kepada Allah; dari kesempitan dunia menuju kelapangannya; dan dari kezaliman agama-agama (selain Islam) menuju keadilan Islam…” (Ath-Thabari, Târîkh al-Umam wa al-Mulûk, II/401).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Islam menolak segala bentuk penjajahan. Sebab, penjajahan itu hakikatnya merupakan bagian dari bentuk penghambaan kepada manusia. Penghambaan kepada sesama manusia tidak hanya diartikan secara harfiah sebagai perbudakan seperti dulu.
Penghambaan kepada sesama manusia juga terwujud dalam bentuk penyerahan wewenang pembuatan aturan, hukum dan perundang-undangan kepada manusia, bukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Inilah yang menjadi doktrin demokrasi: kedaulatan di tangan rakyat (manusia). Lebih parah lagi jika aturan, hukum dan perundang-undangan tersebut diimpor dari pihak asing/penjajah.
Allah subhanahu wa ta’ala melukiskan penghambaan ini dalam firman-Nya:
اِتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ
Mereka (Bani Israel) menjadikan para pendeta dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah… (TQS at-Taubah [9]: 31).
Makna ayat tersebut dijelaskan dalam riwayat dari jalur Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu. Ia menuturkan bahwa setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat tersebut, ia (Adi bin Hatim) berkata, “Kami tidak menyembah (menghambakan diri kepada) mereka.” Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَيْسَ يُحَرِّمُونَ مَا أَحَلَّ اللهُ فَتُحَرِّمُونُهُ،
ويُحِلُّونَ مَا حَرَّمَ اللهُ فَتَسْتَحِلُّونَهُ؟
قُلْتُ: بَلَى، قَالَ: فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ
Bukankah mereka (para rahib dan pendeta) itu telah mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, lalu kalian pun mengharamkannya, dan mereka pun telah menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, lalu kalian menghalalkannya?” Aku (Adi bin Hatim) berkata, “Benar.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah bentuk penyembahan (penghambaan diri) mereka (kepada para rahib dan pendeta)” (HR ath-Thabarani dan al-Baihaqi).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Di zaman modern ini, pembuatan aturan hukum menjadi jalan penjajahan atau eksploitasi yang paling mematikan. Sekelompok manusia yang diklaim sebagai wakil rakyat diberi kekuasaan membuat aturan hukum mewakili aspirasi rakyat.
Namun faktanya, dalam banyak sekali kasus, mereka lebih mewakili kepentingan sekelompok orang. Bukan mayoritas penduduk negeri. Mereka menjadi kepanjangan tangan para pemilik modal, pengusaha kakap, cukong dan pihak asing. Seolah mereka lebih tahu tentang manusia semuanya. Mereka mengambil hak Allah sebagai pembuat hukum/aturan.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
الر.كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Alif, laam raa. (Inilah) Kitab yang Kami turunkan kepada kamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita menuju cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji (TQS Ibrahim [14]: 1).
Firman Allah subhanahu wa ta’ala ini terbukti dalam sejarah Islam dan umat Islam. Ketika kemerdekaan hakiki terwujud melalui Islam dengan jalan penerapan syariah Islam secara menyeluruh di tengah masyarakat, kehidupan terang-benderang pun terwujud. Masyarakat Arab yang dulunya jahiliyah dan terbelakang, dengan menerapkan syariah Islam di bawah pimpinan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam waktu singkat berbalik menjadi pemimpin dunia serta menjadi mercusuar yang menyinari kehidupan umat manusia dan menyebarkan kebaikan, keadilan dan kemakmuran kepada umat-umat lain.
Karenanya, saatnya kita menyempurnakan kemerdekaan sekarang dengan berusaha sungguh-sungguh mewujudkan kemerdekaan hakiki itu. Dengan cara mewujudkan ketundukan sepenuhnya pada semua aturan Allah subhanahu wa ta’ala, melepaskan diri dari belenggu sistem yang bertentangan dengan tauhid, yakni kapitalisme maupun komunisme dan ide-ide turunannya, seraya menegakkan pelaksanaan syariah Islam kaffah.
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, Dzat Pencipta Alam Semesta, Pemilik kita semua, manusia dan seluruh isi dunia. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan oleh Allah kepada Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bertakwalah kepada Allah, apapun kondisi Anda. Dalam keadaan lapang dan sempit. Dalam keadaan senang maupun susah. Dan di mana pun Anda berada. Saat sendiri maupun bersama dengan manusia lainnya. Ingatlah, takwa adalah bekal terbaik bagi seorang Mukmin.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Baru saja kita meninggalkan tahun 1442 H. Beberapa hari lalu kita memaksuki tahun baru 1443 H. Rasanya kita belum lepas dari suasana duka, lebih dari setahun lamanya karena pandemi Corona. Krisis ekonomi menambah beban kehidupan kian berat. Keadilan bagaikan pungguk merindukan bulan. Islam dinistakan. Umat yang ingin kembali kepada ajaran Islam dituduh radikal dan intoleran.
Inilah musibah dan bencana di depan mata kita, akibat aturan kufur berkuasa di muka bumi. Aturan Allah subhanahu wa ta’ala disingkirkan dan digantikan aturan produk hawa nafsu manusia. Ini mengingatkan kita pada kondisi yang sama sebelum hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Makkah ke Madinah. Mereka, orang-orang kafir, menolak dengan keras ajaran Islam. Mengolok-olok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang terbaik di Makkah saat itu hanya karena membawa ajaran yang bertentangan dengan keyakinan mereka.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Hijrah adalah peristiwa besar dalam sejarah peradaban Islam. Inilah mengapa hijrah disepakati sebagai awal penanggalan kalender Hijrah atas usul Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
Hijrah menjadi tonggak tegaknya Islam di muka bumi. Melalui hijrah, Islam menjadi kekuatan besar yang menebarkan rahmat ke seluruh alam. Berbeda dengan sebelumnya, selama 13 tahun di Makkah, dakwah Islam menemui kesukaran bahkan jalan buntu. Caci-maki hingga penganiayaan dialami Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Hal ini yang sempat membuat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berduka hingga turun ayat yang menghibur beliau:
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ
Sungguh telah didustakan pula para rasul sebelum kamu. Lalu mereka sabar atas pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat mengubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Sungguh telah datang kepadamu sebagian dari berita para rasul itu (TQS al-An’am [6]: 34).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Hijrah adalah pengorbanan. Selain harus menempuh perjalanan yang berat dengan jarak lebih dari 400 km, kaum Muslim menghadapi dua ujian dalam berhijrah.
Pertama: Ujian keimanan. Mereka harus meninggalkan negeri asal mereka, harta benda, tempat tinggal bahkan keluarga mereka. Mereka berpindah ke negeri yang di sana tak ada sanak kerabat. Mereka pun tidak dijanjikan akan mendapat tempat tinggal baru atau mata pencaharian baru sebagai ganti harta yang mereka tinggalkan. Hanya bermodalkan keyakinan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala mereka berhijrah. Allah subhanahu wa ta’ala pun memberikan pujian dan pahala berlimpah kepada kaum Muhajirin.
وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوا أَوْ مَاتُوا لَيَرْزُقَنَّهُمُ اللَّهُ رِزْقًا حَسَنًا وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberi mereka rezeki yang baik (surga). Sungguh Allah adalah sebaik-baik Pemberi rezeki (TQS al-Hajj [22]: 58).
Yang kedua, kaum Muslim yang berhijrah menghadapi ujian pengorbanan dan penentangan dari kaumnya. Zainab binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, misalnya. Ia harus rela berpisah dengan suaminya, Abu al-Ash bin Rabi, yang masih musyrik dan menolak ikut berhijrah. Keluarga suaminya juga menghadang Zainab yang tengah hamil empat bulan hingga dirinya terjatuh dan mengalami keguguran. Setelah pulih dari lukanya, Zainab kembali berangkat berhijrah meninggalkan suaminya.
Sahabat lain, Suhaib bin ar-Rumiy radhiyallahu ‘anhu, mengorbankan harta yang dia bawa dari rumahnya untuk diberikan kepada kaum musyrik yang menghadang dirinya di perjalanan ketimbang ia kembali ke Makkah.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah bukanlah karena beliau ingin menghindar dari kesulitan demi kesulitan yang menghadang dakwah di Makkah. Bukan karena itu. Namun, beliau menyadari bahwa masyarakat Makkah berpikiran dangkal, bebal, dan berkubang dalam kesesatan. Karena itu beliau melihat bahwa dakwah harus dialihkan dari kondisi masyarakat semacam ini ke kondisi masyarakat yang kondusif dan siap menerima Islam.
Allah subhanahu wa ta’ala lalu memberikan pertolongan dengan kedatangan orang-orang suku Aus dan Khazraj dari Yatsrib (Madinah). Dua kabilah ini terkenal dengan kekuatannya karena terbiasa berperang. Negeri mereka pun memiliki posisi geostrategis yang luar biasa. Terletak di jalur perdagangan antara Makkah dan Syam.
Di Madinah, Rasulullah berhasil membangun negara Islam pertama di dunia. Menyatukan berbagai suku dan mengikat perjanjian dengan kaum musyrik dengan Piagam Madinah. Dan, di Madinah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalankan syariah Islam secara kaffah dengan struktur pemerintahannya. Menyebarkan Islam ke seluruh penjuru jazirah Arab dengan dakwah dan jihad fi sabilillah.
Inilah hijrah. Peristiwa yang memberikan keteladanan dan pelajaran penting. Betapa perubahan masyarakat menuju tatanan yang penuh rahmat dan keadilan tidak mungkin terjadi tanpa Islam dan tanpa pengorbanan. Ingatlah, kemenangan dan perubahan besar hanya bisa terwujud karena pengorbanan yang besar di jalan Allah.





Pemateri : Ust. M.Rosyid, S.PD.I
Waktu : Senin ba’da sholat Maghrib
Tahsin dan Tajwid adalah perbaikan atau Mempelajari Al Qur’an yang difokuskan kepada perbaikan huruf ( makhraj ) dan hukum-hukumnya sehingga huruf-huruf Al Qur’an keluar dari tempatnya dan sesuai dengan kaidah nya sehingga ketika membacanya tidak ada lagi kesalahan-kesalahan fatal ,baik kesalahan kecil maupun besar.












